Senin, November 19, 2007

Confuse


I don’t know what should I do this time, although my self surrounded in crowded situation I am still lonely, my deep eyes look empty run off uncertainly. My ears close it self until there is a thunder strike my room but I don’t hear it. My mouth be mute, all of my body be quite like a numb.

However, my feeling is so break and my mind is death. All of my knowledge that I have gets until now like strike from great virus. When I force to think about my self, suddenly feel vibrating beat uncertainly.

“It is fate of god?” my question for imagines.

For about seven days I just think like that why my god create my self like this. But some times I also ever think that may be my god just trusts me to bring this mandate of life. Yesterday I made a poem in order to decrease my problem, may like this:

Oh Allah.
Any body bring great load than me?
Now, I not only
Poor of merciful
Poor of material
Poor of heart
Poor of religion
Poor of social
But also poor of knowledge
Oh Allah.
Do I arrogant with my poor?
Oh Allah.
Please give me shine light so that it’s not been arrogant with that poor.

I am still confused; I don’t know what’s going on. With whom I should tell on. Every body just quiets. One side, I must finish all of responsibility. But on the other side, no body supports all of my activities.

“Hello every body, in the name of humanity. Any bodies support me? Any body heir me?” my question for human in the world.

May be just for Allah I must tell on about all of load. Because very difficult to find the right man and the right place. In the disoriented period like this, we difficult to search value of loyalty among human being. (Amin Fauzi)

Read More......

Jumat, November 02, 2007

An Exiting Trip


Perjalanan menuju wisata grojogan sewu, bukanlah moment yang mudah terlupakan begitu saja, bukan perjalanan biasa, bukan pula gerak langkah saja yang menikmati, tapi dalam perjalanan itu kedamaian alam menikmati setiap detik pengunjungnya.

Ya. Saya melakukan perjalanan menyenangkan ini mulai pukul 07.00 WIB ditemani oleh 15 orang, delapan cowok dan tujuh cewek dari tujuh univeristas di Semarang.
Menyusuri jalanan panjang bergelombang dengan jalan kaki bisa jadi amat melelahkan, tapi dengan jalan kaki itu justru menemukan kenikmatan alam yang tiada tara indahnya.

Tidak hanya jalan halus tertata rapi, di jalan itu pula, kanan kiri jalan dipenuhi oleh ratusan jenis bunga dengan berbagai varianya. Aroma wanginya senantiasa tercuium, terasa sudah menyatu dan berbaur dengan hembusan udara segar pagi itu, bunga-bunga bermekaran tersenyum dan menyapa orang yang lewat, sesekali bening embun pagi turut membasahi dedaunan yang nampak segar itu.
Disepanjang perjalanan bangunan villa megah nan elok juga menjadi saksi canda ria perjalanan kita, sesekali Venny Milawati dengan gaya narsisnya bilang “ayo temen-temen mampir ke rumah aku,” sontaknya sembari narsis didepan gerbang rumah memintanya untuk difoto. (He..he… orang kota bermental ndeso.. looo).

Sesampai di perempatan jalan ada papan bertuliskan “ke grojokan sewu untuk pejalan kaki”. Kita menelikung ke jalan sempit itu, tetap saja lautan bunga mengiringi langkah dan mewarnai pandangan, meskipun ratusan jenis bunga menghiasi bumi Karang Anyar itu, namun bunga antarium masih mendominasi lautan bunga tersebut. Maklum bupati Karang Ayar menyebut dearah ini sebagai kabupaten karanganyar antorium karena kebanyakan warga sana menanam bunga ini.

Sesampai 50 m sebelum gerbang masuk grojokan, puluhan kera menyambut ceria kedatangan kita dengan berbagai ekspresi. “Gus saudaramu tu menyambut,” ujar yogi sembari menudingkan jemarinya ke salah satu kera.

Ada beberpa kera kalau difoto mendadak langsung acting menunjukkan gaya seksinya seperti model, ada pula kera kalau dikasih makan mbuntut melulu, ada pula satu kera yang diam terus bawaanya pengen menerkam semua pengunjung yang ada disitu.”hai tau ga monyet yang itu lagi punya masalah, jangan di ganggu dong,” ujar dita. (ah… sok psyikolog looo, masalahnya monyet itu lagi naksir kamu tapi ga berani menggungkapkan. He……..he…..

Kita sudah duduk didepan gerbang selam 15 menit karena petugasnya belum datang. Namun susana masih terasa enjoy ditemani oleh kemesraan kera-kera itu sesekali ada seaorang laki-laki yang lagi mometret kera di samping istrinya “itu sebenarnya yang kera siapa? Kamu atau kirimu?,” ujar laki-laki itu. Sontak kami sekitar 15 orang tertawa lepas menertawakan orang itu. Muka merah langsung tampak pada ekspresi keluarga tersebut.

Selang beberapa menit penjaga loket datang, memebeli tiket untuk masuk, karena kami rombongan maka kami di diskon. Enam orang gratis masuk.

Perjalanan dilajutkan, kini tidak lagi jalan mulus beraspal yag dilalui atau taburan bunga yang mengiringi, tidak lagi lurus tapi terus dan terus turun sesekali jalanan licin ditemui, jalan dibangun dengan menggunakan anak tangga. Kanan kiri jalan hanya dikelilingi oleh pepohonan besar dan bebatuan.

Melalui anaka tangga tersebut langkah-demi langkah dilalui sesekali ada yang terpeleset karena licinnya jalan itu, terpaksa kami memutuskan untuk melepas sandal masing-masing.

Dua puluh menit kemudian kita sampai di grojokan, pertama kali melongok keatas, huh…. Nikmat yang tiada tara air terjun dengan ketinggian 100 meter, puluhan kubik air jatuh tiap menitnya menimpa bebatuan besar di awah bukit itu.
Kami semakin untuk dekat dan mendekap merengkuh kesegaran alam itu, perlahan kami menyusuri bebatuan besar sesekali menceburkan diri kedalam air bening nan bersih yang mengalir gemercik menatap-natapkan diri pada bebatuan besar itu.

Ada hal yang berbeda dari hawa sebelumnya, kini semakin sejuk, udara yang berhembus mesra itu serasa bercampur dengan air. Dedeunan hijau yang mengelilingi air terjun itu melambai-lambai bak mengipasi orang yang ada di area itu. Namun di balik pohon-pohon besar itu puluhan kera tetap saja mengintip kemesraan canda-tawa kita.
Momen penting ini tak begitu saja di tinggalkan. Berakting ria di depan kamera terus dan terus dilakukan, yah narsis lagi, kalo ga gini ya ga beswan booo.



Read More......