Jumat, November 21, 2008

Memotret Grobogan dari Jalan


Artikel ini dimuat juga di harian Suara Merdeka pada Kamis, 13 November 2008

SUDAH menjadi kesan umum, bahwa Kabupaten Grobogan identik dengan jalan rusak. Kesan tersebut terus tertanam sampai saat ini, apalagi saat musim hujan seperti sekarang.

Kesan tersebut bukan bualan belaka, melainkan ada fakta empiris yang bisa membuktikannya. Menurut data statistik, dari 213.246 kilometer (km) jalan provinsi, hanya 18.700 km (8,8 %) saja yang keadaannya masih baik.

Selebihnya, 126.666 km (59,4 %) dalam keadaan tidak baik, bahkan 67.880 km (31,8 %) dalam keadaan kritis. Belum lagi kalau melihat kondisi jalan kabupaten yang totalnya mencapai 880.100 km, sebagian besar dalam keadaan rusak, bahkan sebagian lainnya rusak berat.

Kondisi seperti itu sangatlah memprihatinkan. Apalagi Kabupaten Grobogan kalau dilihat dari segi geografis terletak di antara persimpangan kota lain, seperti Kudus, Demak, Kota Semarang, Salatiga, Solo, dan Blora.

Posisi itu menunjukkan Grobogan memiliki peran vital dalam penggunaan jalur transportasi, terutama dalam peta jalur perdagangan. Peta jalur seperti itu, kalau dimanfaatkan secara maksimal, bisa mendatangkan banyak keuntungan bagi pemerintah daerah (pemda) maupun masyarakat setempat.

Ada kemungkinan, karena letaknya di tengah-tengah persimpangan, Gro-bogan bisa digunakan untuk tempat transit. Peran ‘’transito’’ itu juga menyangkut jalur wisata antardaerah sebagai potensi yang membuka kemungkinan penanaman modal di bidang jasa, perhotelan, rumah toko (ruko), dan lain-lain.

Selain itu, Grobogan juga potensi terbesar dalam bidang pertanian di Jateng. Bahkan sejak dulu Grobogan dikenal sebagai lumbung padi terbesar kedua di Jateng setelah Cilacap. Areal persawahan di kabupaten itu seluas 60.349 hektare atau sekitar 6,04 persen dari seluruh lahan sawah di Jateng.

Hasil pertanian seperti kedelai dan kacang hijau menempati urutan kedua di Jateng, bahkan untuk komoditas jagung, Grobogan menjadi sentra terbesar di Jateng.

Selain tanaman pangan, Grobogan juga menjadi sentra produksi buah-buahan, terutama mangga, belimbing, dan pisang; serta andalan untuk tanaman perkebunan seperti tembakau, kapas, dan kelapa hibrida.


Pariwisata

Di bidang pertambangan, kabupaten itu memiliki deposit besar berupa batu gamping, pasir berbatu (sirtu), tanah liat, gipsum, dan posfat. Belum lagi potensi pariwisata seperti Bleduk Kuwu, Air Terjun Widuri, Api Abadi Mrapen, dan Waduk Kedungombo yang statusnya milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng.

Potensi-potensi alam itu, kalau tidak didukung oleh sarana infrastruktur dan transportasi yang memadai, hanya akan “teronggok” sia-sia. Aset dan po-tensi itu menjadi tidak menarik untuk dilirik oleh masyarakat, karena sarana transportasi yang menghubungkan ke sektor-sektor terkait tersebut tidak memadai.

Dengan kondisi jalan seperti itu, wajar bila sampai saat ini Kabupaten Grobogan masuk kategori daerah mis-kin di Jawa Tengah, meski di sisi lain mendapat predikat gudang padi.

Memprihatinkan, beberapa aset daerah yang dimiliki tidak “terjamah” oleh masyarakat luas hanya karena jalan rusak yang setiap waktu bertambah parah.
Kalau kondisi seperti itu terus dibiarkan, ada kemungkinan roda perekonomian Kabupaten Grobogan akan terus melemah, dan predikat sebagai daerah miskin akan terus disandang, karena lambat laun perputaran sektor ekomoni akan mati.

Obsesi Grobogan menjadi kota perdagangan (bisnis) dan wisata seperti yang dilontarkan oleh Bupati Bambang Pudjiono akan sia-sia, jika tidak diimbangi dengan rencana sistematis rehabilitasi jalan secara total.

Perhatian Utama

Berkaca kepada kondisi tersebut, tampaknya peran infrastruktur sangatlah vital. Karena itu, sektor tersebut harus lebih diperhatikan daripada sektor-sektor lain. Harapannya, setelah fasilitas jalan di Kabupaten Grobogan ditata dan ditangani secara baik dan memadai, akses menuju kemajuan pada sektor lain akan mudah dibuka.

Sektor pertanian, perindustrian, dan pariwisata, mutlak membutuhkan dukungan infrastruktur transportasi yang memadai. Secara sederhana, bagaimana bisa menawarkan Objek Wisata Bledug Kuwu, Api Abadi Mrapen, dan Waduk Kedung Ombo misalnya tanpa diimbangi dengan jalan mulus.

Apalagi di era otonomi daerah seperti sekarang, obsesi demi kemajuan suatu daerah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Daerah dituntut untuk memacu penggalian potensi-potensinya, antara lain dengan menggaet investor.

Pemerintah-pemerintah kabupaten kini terkondisi untuk menawarkan daerahnya melalui berbagai media; dari leaflet hingga internet. Juga dengan berbagai kemudahan yang memangkas kekakuan belenggu birokrasi. Sekali lagi, itu mesti diimbangi dengan ketersediaan prasarana vital transportasi.

Grobogan masih belum bisa melepaskan diri dari citra jalan rusak yang parah. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah tersebut berbagai pihak juga harus dilibatkan, baik dari pihak pemerintah, para ahli, maupun masyarakat luas, untuk sama-sama memikirkan kembali perbaikan jalan yang rusak.

Masalah kerusakan jalan yang terjadi terus-menerus itu, tidak semata-mata karena kurangnya perhatian maupun dana dari pemerintah, tapi juga karena struktur tanah di Grobogan yang labil. Apalagi saat musim hujan, jalan akan mudah ambles.

Oleh karena itu, pembangunannya harus dicarikan pola dengan konstruksi yang pas untuk tanah yang labil tersebut. Dalam hal itu, peran ahli geoteknik perlu dimaksimalkan. Semoga, pokok pikiran tersebut bisa menjadi pelecut Pemeritah Kabupaten Grobogan untuk segera membenahi fasilitas-fasilitas jalan yang dimilikinya.(68)

Amin Fauzi, warga Desa Batur-agung, Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan, kuliah di Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang.


Read More......

Rabu, November 05, 2008

Api Mrapen, Wisata Berbasis Budaya


Tulisan ini di muat juga di harian Suara merdeka pada Kamis, 30 Oktober 2008

Rabo, 8 Oktober 2008 kemarin, Api Abadi Mrapen menjadi bukti sejarah lagi. Wakil Gubernur Jawa Tengah Rustriningsih menyalakan obor yang diambil dari api Mrapen, kemudian diserahkan kepada panitia Bali Asean Beach games (BABG) 2008 yang rencananya diikuti oleh 45 negara dan akan dilaksanakan pada 18-26 Oktober 2008 di Bali.

Pengambilan api abadi ini juga diiringi oleh prosesi rutual dan pertunjukan tari
daerah yang digelar di daerah kompleks api abadi Mrapen.
Ya. Komplkes ini terletak di antara jalan Semarang-Purwodadi kira-kira KM 26 dari dari arah Semarang, tepatnya di Desa Manggarmas, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan. Di komplek ini anda akan menemukan beberapa keanehan alam yang dapat anda nikmati, yaitu api abadi yang merupakan pesona keluarnya api dari dalam tanah yang tidak pernah padam sekalipun turun hujan.

Tidak jauh dari sumber api abadi, terdapat sendang dudo, yaitu sumber air berdiameter 3 meter, kedalaman lebih kurang 2 meter. dimana airnya senantiasa kelihatan mendidih tetapi tidak panas. Letupan air itu akan menyala kalau kena api dipermukaan air.
Menurut penelitian air tersebut banyak mengandung mineral dan zat-zat kimia. Air yang dilihat keruh bila dimasukkan kedalam sebuah gelas, akan berubah wujud menjadi bening. Konon sampai sekarang air tersebut mempunyai keajaiban untuk menyembuhkan orang yang menderita penyakit gatal-gatal.

Di dekat titik sumber api juga terdapat sebuah bangunan yang di dalamnya tersimpan sebuah batu umpak atau "batu bobot" yang oleh masyarakat setempat sering kali dikeramatkan.





Wisata Agama dan Budaya
Selain itu, Api Mrapen juga memiliki hikayat dan sejarah panjang. Apinya sudah lama dikenal sebagai sumber api banyak kegiatan olah raga dan budaya di Indonesia.
Seperti pesta Olah Raga Internasional Ganefo I tanggal 1 November 1963. Pekan Olahraga Nasional (PON) mulai PON X tahun 1981, POR PWI tahun 1983, HAORNAS, Upacara hari raya Waisak dan pembukaan Bali Asean Beach Games pada 8 Oktober kemarin.

Tidak hanya proses keanehan alam yang terjadi ditempat ini, tetapi juga punya nilai sejarah budaya atas terciptanya tempat ini. Yaitu tempat dimana besalennya Empu Supo. Api abadi adalah tempat untuk membakar besi, sumber airnya untuk "menyepuh", sedangkan batu bobotnya untuk menempa keris pusaka. Menurut masyarakat setempat Empu Supo adalah Empu dari Majapahit yang turut pindah ke Kerajaan Demak.
Tempat ini terkenal sebagai Obyek Wisata Api Abadi Mrapen yang pernah nampak indah tertata rapi dan banyak pengunjung sekitar 10 tahun silam.

Perlu Perhatian Lebih
Namun keberadaanya saat ini sangat memprihatinkan, kondisi dalam area maupun sekitar wisata tersebut nampak kumuh, terlihat tidak pernah dirawat oleh yang berwenang. berbagai kegiatan juga tak menyentuh tempat ini, masyarakat juga jarang sekali melirik tempat ini apalagi mengunjunginya. Bahkan image masayarakat terhadap objek wisata tersebut sangat negatif dibanding Objek Dan Daya Tarik Wisata (ODTW) di luar kota lain.

Sudah selayaknya tempat ini dilirik kembali, karena bisa dibilang wisata di daerah Grobogan sangatlah minim dibandingkan dengan daerah lain. itupun tingkat perhatian dan prosantase pengunjungnya sangatlah minim.

Untuk memulihkan kembali wisata tersebut, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada upaya keras dan berbagai kerja sama antar pihak untuk memangun kembali wisata alam ini.

Pemerintah tidak bisa berdiri sendiri dalam mengambangkannya. Akan tetapi juga harus ada kerja sama antar pihak baik itu pemilik, pemerintah maupun mendatangkan investor untuk sama-sama memajukan wisata tersebut. Terlebih juga dukungan masyarakat setempat untuk merawatnya.

Karena kalau melihat kondisi Wisata Api Abadi Mrapen saat ini, hal yang mesti dilakukan utama adalah pembangunan fisik, baik itu fasilitas maupun penambahan permainan, dengan harapan bila pengunjung hadir tidak hanya melihat wisata alam tersebut, akan tetapi bisa menikmati fasilitas lain yang di tawarkan.

Pembangunan itu butuh modal besar, karena banyak fasilitas yang perlu diperbaiki. Sehingga butuh dana besar untuk bisa memberikan sesuatu yang lebih tersebut. Disinalah peran investor sangat diperlukan untuk menggait dana pembangunan. dengan harapan setelah ada dana bisa memperaiki fasilitas yang ditawarkan.

Karena bicara objek wisata sama seperti halnya menjual barang dagangan. Pembeli atau pengunjung akan merasa tertarik jika barang tersebut menawarkan sesuatu keunikan dan memberikan kesan yang baik.

Hal itu bisa dilakukan saat ini adalah: Pertama, adalah pembangunan dan penambahan fasilitas yang cukup memadai bagi pengunjung. Karena mengingat objek wisata ditempat lain persaingannya juga semakin ketat, pengunjung juga sangat selektif memilih objek yang akan dikunjungi.

Kedua, menganalkan kembali objek tersebut kepada masyarakat, pengenalan ini tentuya mencakup promosi maupun sosialisasi terus menerus dengan model menjemput bola, tidak hanya menunggu pengunjung yang datang.

Ketiga, memberikan trust (kepercayaan) yang baik, dalam konteks ini bisa mencakup pengelolaan yang baik, pelayanan yang memuaskan maupun memeberikan kesan hangat kepada pengunjung.

Dengan begitu pengunjung akan merasa nyaman dan senang dengan faslitas yang ditawarkan, karena biasanya kesan pertama sangat menentukan ketertarikannya, dengan harapan setelah berkunjung selesai mengunjungi, kemudian bercerita kepada orang lain mengenai kesan wisata ini, seperti pepatah "di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung".

Ya. Semoga dengan semua harapan dan perhatian ini bisa segera ditindak lanjuti oleh yang berwenang. Minimal tidak hanya api abadinya yang terus berkobar, tetapi kobaran semangat kebanggan memiliki wisata alam yang unik ini juga terus ada.
(Amin Fauzi, Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Syar'ah IAIN Walisongo Semarang dan MAntan Pemimpin Redaksi Surat Kabar (SKM)AMANAT IAIN Walisongo)

Read More......