Kamis, Desember 27, 2007

Hilangnya Esensi Cinta


“Di zaman yang serba susah ini, masihkah ada kesetiaan…?,”
(Garin Nogroho dalam Film Opera Zaman)


Setidaknya ungkapan di atas tidak tercipta dari ruang hampa, melainkan ada bukti atau piranti-piranti yang meginspirasikan terciptanya ungkapan tersebut sehingga tercipta sebuah karya.

Ya. Kesetiaan, cinta, kasih sayang adalah tema yang tak kunjung usai pembahasanya, sudah banyak kisah menuturkan apa itu cinta, beribu-ribu rol film juga mengisahkan apa itu cinta, beribu bait puisi terlantun tentang cinta, ribuan lirik dan musik cinta senantiasa berdendang.

Karena cinta itu tidak suatu yang stagnan, keberadaanya pun terus mengalir, warna-warni rupanya pun senantiasa berubah sesuai dengan kondisi dan situasi perasaan. Tidak hanya perasaan, melainkan juga kondisi mentalitas masyarakat yang dirundung cinta itu sendiri.

Cinta yang sebenarnya suci, abstrak, sakral bahkan satu-satunya nilai yang sangat agung, diakui atau tidak disadari atau tidak pemaknaanya sudah bergeser terlampau jauh oleh masyarakat sekarang. Tidak hanya dalam segi makna namun merambah pada praktek-prakteknya.

Di zaman yang dikatakan serba modern ini, dengan berbagai kecangihan teknologinya ternyata telah mengubah berbagai dimensi nilai hidup masyarakat, termasuk cinta.

Ada satu alat untuk mengetahui pergeseran makna tersebut yaitu dengan lirik-lirik lagu yang tercipta pada tiap dekadenya. Kalau anda mau menganalisis lirik-lirik lagu cinta antara tahun 90-an dengan era sekarang, mungkin akan menemukan perbedaan yang sangat signifikan. Baik itu aransemen musiknya, kedalaman isi liriknya maupun pemaknaan nilai yang berhubungan dengan cinta dan kesetiaan.

Pada era 1990-an, lirik-lirik lagu yang tercipta bisa jadi masih terasa menghargai kesucian makna dari cinta tersebut, sehingga cara mengapresiasikanya pun selalu melalui metafora-metafora dan tidak berani mengungkapnya secara langsung.

Ada banyak judul lagu dengan metafora yang menunjukkan arti sebuah cinta. Misalnya Mawar Berduri, Kupu-Kupu Kertas (Ebiet A Gede), Bintang Jatuh (DNA), Bunga Desa (Rhoma Irama), Restu Bumi (Dewa 19) dan masih banyak lagu lain yang mengutarakan makna cinta dengan metafora-metaforanya.

Ya. Karena begitu abstrak skaral dan sucinya cinta penyampainaya tidak berani langsung, orang-orang dahulu masih begitu menghargai dan menghormati apa itu cinta.
Sehingga kalau orang-orang dulu pernah cerita bagaimana proses mencintai seseorang, perjuangan mencari cinta sejati itu merupakan hal yang sulit di dapat, sehingga ketika memperolehnya merupakan anugerah yang luar biasa.

Banyangkan saja, bagaimana rasanya orang memendam rindu ketika lama tidak ketemu (transportasi sulit, HP belum ada), kalau tuhan menginzinkan untuk bertemu, jangankan menciumnya, memeluknya. Untuk sekeadar menggandeng tangan saja sudah malunya luar biasa, yang bisa dilakukan mungkin hanya saling menatap mesra sesekali serasa malu-malu, hanya interaksi degub jantung yang membuatnya menyatu untuk saling ada dan mengada diantaranya.

Bagaimana dengan sekarang…..?
Coba bandingkan dengan lirik-lirik lagu yang tercipta sekarang, pemaknaan terhadap cinta cenderung materiel tidak lagi abstrak tapi konkret dan dipermudah. Banyak lagu cinta yang penyampainya tidak lagi dengan metafora dan cenderung menghinati apa itu cinta. misalnya, Selingkuh, Tentang Aku Kau Dan Dia (Kangen band), Kamu Ketahuan, Play Boy (Matta band), Kekasih Gelapku (Ungu), Dirimu Dirinya (Pinkan Mambo), dan masih banyak lagu lagi yang cenderung menghianati apa itu cinta dan mesti melibatkan orang ketiga.

Bisa jadi itu bukan hanya lagu tapi sebuah pengalaman hidup dan potret dari masyarakat sekarang. Masyarakat yang tidak lagi menghargani anugrah cinta terindah dari tuhan yang di berikan kepada makhluk manusia.

Ya. Dengan teknologi di zaman modern ini, hasrat untuk memiliki sesuatu mudah di lakukan termasuk pengatasnamaan cinta yang pada buntutnya adalah penghianatan.
Dengan HP orang mudah berkomunikasi, menit ini berhubungan dengan si A, satu menit kemudian kencan dengan Si B. bukanlah hal yang sulit kalau ada fasilitas yang menunjang tanpa ada bangunan mentalitas kesetiaan.

Segalanaya sekarang terbuka, pria dan wanita bergandeng tangan sudah biasa, berpelukan, berciuman di muka umum bukan suatu hal yang asing. Tidak hanya usia dewasa melainkan remaja bahkan anak-anak di bawah usiapun sudah berani melakukan tindakah yang tak senonoh ini.

“Salah siapa….? Apakah ini dampak dari moderenisme….?,” Tanya sang pemuka agama.
“Zeihgeisth sudah berbeda pak ustadz,” jawab anak muda sekarang. Amin Fauzi

Read More......

Global Warming in Reflection


Di sadari atau tidak, diakui atau tidak, bahwa hidup sekarang masih bisa dirasakan kenyamanannya meskipun kalau dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu, kenyamanan itu telah memudar.

Mungkin saat ini, terkadang alam masih mengandeng gerak langkah kita, terbukti dengan murahnya fasilitas yang diberikan setiap detiknya. Kita bisa menghirup udara segar tiap pagi, angin masih senantiasa membelai kala gerah, seteguk dua teguk air bersih siap sedia di minum kala haus. Dua kali sehari masih diperknenkan menceburkan diri dalam air bersih kala kita ingin mandi. Kita masih bisa berteduh di bawah rindang pohon kala sang surya menyengat bumi. Begitu bersahajanya alam ini.

Namun apakah anda pernah berpikir sepuluh tahun kedepan bahwa semua fasilitas yang diberikan di atas sulit untuk ditemui, jangankan untuk mandi dengan air bersih, untuk mencari seteguk dua teguk air minum saja sulit. Kalau alam seperti ini bergolak bagaimana dengan nuansa kemesraan sosial ini?.

Kecurigaan ini bukanlah hal yang tidak mungkin, semuanya bisa terjadi, kecurigaan itu indikasinya sudah bisa ditemukan tiap harinya. Rentetan bencana bertaburan pemberitaanya di media, banjir, gempa, kekeringan, gagal panen, limpur lapindo, angin puting beliung, tsunami, dan masih banyak bencana alam lain yang menunjukkan bentuk interaksi alam terhadap kesombongan manusia.

Yaaa. Moderenitas terkadang membuat manusia sombong dengan apa yang dimilikinya. Hobi manusia modern mengkonsumsi barang-barang ternyata tidak seutuhnya direstui oleh alam. Teknologi yang digunakan untuk menunjang kenyamanan hidup dengan mengatas namakan efisiensi ternyata malah berbuntut pada kesombongan atas ketergesa-gesaanya.

Di jalan raya misalnya jutaan kendaraan berjubel membanjiri jalan, orang lebih senang menggunakan kendaraan pribadi dari pada angkutan umum sekali lagi atas nama efisiensi (semoga bukan karena gengsi). Tapi yang terjadi bukanlah efisiensi melainkan kemacetan yang yang tiada henti, setiap pagi dan sore orang modern ini harus menyemut di jalanan.

Dalam sebuah kemacetan di temuaknaya berbagai persoalan alam maupun sosial. misalnya tergesa-gesa, membuang-buang waktu, emosi, pemborosan energi. Suasana bumi semakin panas karena langit tak kunjung sanggup memayungi bumi karena telah dicemari oleh emisi gas maupun karbon dioksida yang berlebihan, sekali lagi atas nama efisiensi.

Belum lagi fasilitas rumah yang serba lebih, misalkan AC, mesin cuci, kulkas, TV Komputer yang semuanya mengandung senyawa dalam menyumbang emisi gas ini. Kalau tiap rumah menggunakan fasilitas ini, berapa juta orang menyumbangkan pencemaran ini.
Akibatnya pun jelas, bumi semakin panas, iklim tak menentu. Kita tidak bisa membedakan lagi kapan musim hujan dan kapan musim kemarau, entah itu hujan maupun panas bisa terjadi kapan saja dan dimana saja tanpa kompromi.

Kalau sudah begini kita tidak bisa lagi menggunakan nilai-nilai. Musim yang seharusnya di agendakan untuk menanam atau memanen kebutuhan hidup sehari-hari tak kunjung jelas. Petani sulit untuk menanam padi, atau menanam apapun karena dirundung berbagai bencana tadi. Kalau para petani tidak menanam makanan pokok lagi, lantas kita mau makan apa?.

Bumi adalah salah satu planet yang hanya bisa dihuni oleh manusia, tapi kalau sudah panas, bergolak dan menolak keberlangsungan manusia, lalu mau tinggal dimana?. Merkurius dan venus terlalu panas untuk kita singgahi, mars terlalu gelap untuk ditempati, harapan satu-satunya adalah bumi. Tapi bumi kalau sudah tidak ditemukan kenyamananya, berbagai problem alam maupun social terus menggelayut di punggung kita, lalu mau kemana tinggal dengan lega?

Dalam kondisi seperti ini, makan sulit ditemukan, cuaca semakin panas, udara bersih untuk menghela nafas sulit ditemukan karena sudah bercampur baur dengan gas knalpot, untuk mencari seteguk air bersih saja sulit apalagi makanan.

Untuk memikirkan kebutuan pokoknya sendiri aja terseok-seok, dalam kondisi seperti ini yang menang maka dia yang bertahan jadi benar adanya. Sesuatu hal tidak mingkin bisa memikirkan orang lain. Yang ada hanyalah menggelegaknya mencurigai antar sesama, mpripat manuia saling menerkam, tidak ada lagi nuansa kemesraan, apa lagi kasih saying yang terjadi adalah bermusuhan. Kalau memang begini jadinya maka yang terjadi adalah PERANG….! (Amin Fauzi).

Read More......

Selasa, Desember 11, 2007

Jadikan Cinta Spirit Hidup


Sekarang generasi mu boy, ingat _ jangan sia-siakan begitu saja. Jangan sampai berakhir dengan tragis. Jose Ortega Y Gassets (1883-1955) mengatakan bahwa suatu generasi akan berakhir apabila kehilangan decisive generation. Jika hanya menjadi segepok manusia yang tanpa arti bagi sekelilingnya, terbang kesana-kemari terombang-ambing angin yang kian tak menentu oleh bingungnya musim. Sama halnya bohong, wujuduhu ka adamihi, adamu di anggap tidak adamu.

Apakah kamu akan bersikap seperti itu, terkapar oleh ketidakmenentuan zaman, dicemooh oleh orang-orang sekelilingmu bahkan diludahi oleh anjing sekalipun karena sikap memblemu.


Nah, hal yang meski kamu lakukan adalah menjadi the most decesive innovators. Dan biasanya ini adalah kelompok kecil dengan bakatnya yang luar biasa dan punya kesadaran jiwa yang tinggi. Menjadi manusia yang berjiawa abadi, sukma yang tak lelap tidur, yang dari kejauhan matanya menatap jelas daerah perawan yang belum pernah terjamah tangan.
Ingat. generasi bukanlah umur atau waktu yang menentukan, melainkan sikap dan pola tingkah laku yang tegas nan bijaksana. Ingat boy_. Please do it!
****

Oke, saat ini mungkin kamu lagi punya rasa atau bisa dibilang punya deep feel for some one yang kamu anggap paling special didunia ini. Pendekatan-demi pendekatan kamu lakukan, serpihan demi sepihan rasamu kamu lontarkan melalui pengorbanan ruang dan waktumu demi meraih empati dan simpatinya.

Tapi paling tidak ada konsekuensi yang harus kamu tanggung juga. Masih ada juga tanggung jawab besar yang kamu emban. Dan itulah salah satu atau secuil proses untuk menuju the most decesive innovators.
J
angan jadikan dia sebagai momok dalam hidupmu, tapi jadikan dia sebagai semangat hidupmu bahkan inspirator dan motivator untuk terus berkreasi demi meraih suksesmu.
Kau bilang cinta itu raising in love bukan falling in love. Ya… cinta sejati adalah ketika bisa bersama-sama tegak, tegak untuk meneduhkan dan menyemai damai bagi dirimu dan orang lain.

Ingat boy…… the most decesive innovators. Kalau tidak sekarang kapan lagi……..(Amin Fauzi)

Read More......