Kamis, Desember 27, 2007

Hilangnya Esensi Cinta


“Di zaman yang serba susah ini, masihkah ada kesetiaan…?,”
(Garin Nogroho dalam Film Opera Zaman)


Setidaknya ungkapan di atas tidak tercipta dari ruang hampa, melainkan ada bukti atau piranti-piranti yang meginspirasikan terciptanya ungkapan tersebut sehingga tercipta sebuah karya.

Ya. Kesetiaan, cinta, kasih sayang adalah tema yang tak kunjung usai pembahasanya, sudah banyak kisah menuturkan apa itu cinta, beribu-ribu rol film juga mengisahkan apa itu cinta, beribu bait puisi terlantun tentang cinta, ribuan lirik dan musik cinta senantiasa berdendang.

Karena cinta itu tidak suatu yang stagnan, keberadaanya pun terus mengalir, warna-warni rupanya pun senantiasa berubah sesuai dengan kondisi dan situasi perasaan. Tidak hanya perasaan, melainkan juga kondisi mentalitas masyarakat yang dirundung cinta itu sendiri.

Cinta yang sebenarnya suci, abstrak, sakral bahkan satu-satunya nilai yang sangat agung, diakui atau tidak disadari atau tidak pemaknaanya sudah bergeser terlampau jauh oleh masyarakat sekarang. Tidak hanya dalam segi makna namun merambah pada praktek-prakteknya.

Di zaman yang dikatakan serba modern ini, dengan berbagai kecangihan teknologinya ternyata telah mengubah berbagai dimensi nilai hidup masyarakat, termasuk cinta.

Ada satu alat untuk mengetahui pergeseran makna tersebut yaitu dengan lirik-lirik lagu yang tercipta pada tiap dekadenya. Kalau anda mau menganalisis lirik-lirik lagu cinta antara tahun 90-an dengan era sekarang, mungkin akan menemukan perbedaan yang sangat signifikan. Baik itu aransemen musiknya, kedalaman isi liriknya maupun pemaknaan nilai yang berhubungan dengan cinta dan kesetiaan.

Pada era 1990-an, lirik-lirik lagu yang tercipta bisa jadi masih terasa menghargai kesucian makna dari cinta tersebut, sehingga cara mengapresiasikanya pun selalu melalui metafora-metafora dan tidak berani mengungkapnya secara langsung.

Ada banyak judul lagu dengan metafora yang menunjukkan arti sebuah cinta. Misalnya Mawar Berduri, Kupu-Kupu Kertas (Ebiet A Gede), Bintang Jatuh (DNA), Bunga Desa (Rhoma Irama), Restu Bumi (Dewa 19) dan masih banyak lagu lain yang mengutarakan makna cinta dengan metafora-metaforanya.

Ya. Karena begitu abstrak skaral dan sucinya cinta penyampainaya tidak berani langsung, orang-orang dahulu masih begitu menghargai dan menghormati apa itu cinta.
Sehingga kalau orang-orang dulu pernah cerita bagaimana proses mencintai seseorang, perjuangan mencari cinta sejati itu merupakan hal yang sulit di dapat, sehingga ketika memperolehnya merupakan anugerah yang luar biasa.

Banyangkan saja, bagaimana rasanya orang memendam rindu ketika lama tidak ketemu (transportasi sulit, HP belum ada), kalau tuhan menginzinkan untuk bertemu, jangankan menciumnya, memeluknya. Untuk sekeadar menggandeng tangan saja sudah malunya luar biasa, yang bisa dilakukan mungkin hanya saling menatap mesra sesekali serasa malu-malu, hanya interaksi degub jantung yang membuatnya menyatu untuk saling ada dan mengada diantaranya.

Bagaimana dengan sekarang…..?
Coba bandingkan dengan lirik-lirik lagu yang tercipta sekarang, pemaknaan terhadap cinta cenderung materiel tidak lagi abstrak tapi konkret dan dipermudah. Banyak lagu cinta yang penyampainya tidak lagi dengan metafora dan cenderung menghinati apa itu cinta. misalnya, Selingkuh, Tentang Aku Kau Dan Dia (Kangen band), Kamu Ketahuan, Play Boy (Matta band), Kekasih Gelapku (Ungu), Dirimu Dirinya (Pinkan Mambo), dan masih banyak lagu lagi yang cenderung menghianati apa itu cinta dan mesti melibatkan orang ketiga.

Bisa jadi itu bukan hanya lagu tapi sebuah pengalaman hidup dan potret dari masyarakat sekarang. Masyarakat yang tidak lagi menghargani anugrah cinta terindah dari tuhan yang di berikan kepada makhluk manusia.

Ya. Dengan teknologi di zaman modern ini, hasrat untuk memiliki sesuatu mudah di lakukan termasuk pengatasnamaan cinta yang pada buntutnya adalah penghianatan.
Dengan HP orang mudah berkomunikasi, menit ini berhubungan dengan si A, satu menit kemudian kencan dengan Si B. bukanlah hal yang sulit kalau ada fasilitas yang menunjang tanpa ada bangunan mentalitas kesetiaan.

Segalanaya sekarang terbuka, pria dan wanita bergandeng tangan sudah biasa, berpelukan, berciuman di muka umum bukan suatu hal yang asing. Tidak hanya usia dewasa melainkan remaja bahkan anak-anak di bawah usiapun sudah berani melakukan tindakah yang tak senonoh ini.

“Salah siapa….? Apakah ini dampak dari moderenisme….?,” Tanya sang pemuka agama.
“Zeihgeisth sudah berbeda pak ustadz,” jawab anak muda sekarang. Amin Fauzi

Read More......

Global Warming in Reflection


Di sadari atau tidak, diakui atau tidak, bahwa hidup sekarang masih bisa dirasakan kenyamanannya meskipun kalau dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu, kenyamanan itu telah memudar.

Mungkin saat ini, terkadang alam masih mengandeng gerak langkah kita, terbukti dengan murahnya fasilitas yang diberikan setiap detiknya. Kita bisa menghirup udara segar tiap pagi, angin masih senantiasa membelai kala gerah, seteguk dua teguk air bersih siap sedia di minum kala haus. Dua kali sehari masih diperknenkan menceburkan diri dalam air bersih kala kita ingin mandi. Kita masih bisa berteduh di bawah rindang pohon kala sang surya menyengat bumi. Begitu bersahajanya alam ini.

Namun apakah anda pernah berpikir sepuluh tahun kedepan bahwa semua fasilitas yang diberikan di atas sulit untuk ditemui, jangankan untuk mandi dengan air bersih, untuk mencari seteguk dua teguk air minum saja sulit. Kalau alam seperti ini bergolak bagaimana dengan nuansa kemesraan sosial ini?.

Kecurigaan ini bukanlah hal yang tidak mungkin, semuanya bisa terjadi, kecurigaan itu indikasinya sudah bisa ditemukan tiap harinya. Rentetan bencana bertaburan pemberitaanya di media, banjir, gempa, kekeringan, gagal panen, limpur lapindo, angin puting beliung, tsunami, dan masih banyak bencana alam lain yang menunjukkan bentuk interaksi alam terhadap kesombongan manusia.

Yaaa. Moderenitas terkadang membuat manusia sombong dengan apa yang dimilikinya. Hobi manusia modern mengkonsumsi barang-barang ternyata tidak seutuhnya direstui oleh alam. Teknologi yang digunakan untuk menunjang kenyamanan hidup dengan mengatas namakan efisiensi ternyata malah berbuntut pada kesombongan atas ketergesa-gesaanya.

Di jalan raya misalnya jutaan kendaraan berjubel membanjiri jalan, orang lebih senang menggunakan kendaraan pribadi dari pada angkutan umum sekali lagi atas nama efisiensi (semoga bukan karena gengsi). Tapi yang terjadi bukanlah efisiensi melainkan kemacetan yang yang tiada henti, setiap pagi dan sore orang modern ini harus menyemut di jalanan.

Dalam sebuah kemacetan di temuaknaya berbagai persoalan alam maupun sosial. misalnya tergesa-gesa, membuang-buang waktu, emosi, pemborosan energi. Suasana bumi semakin panas karena langit tak kunjung sanggup memayungi bumi karena telah dicemari oleh emisi gas maupun karbon dioksida yang berlebihan, sekali lagi atas nama efisiensi.

Belum lagi fasilitas rumah yang serba lebih, misalkan AC, mesin cuci, kulkas, TV Komputer yang semuanya mengandung senyawa dalam menyumbang emisi gas ini. Kalau tiap rumah menggunakan fasilitas ini, berapa juta orang menyumbangkan pencemaran ini.
Akibatnya pun jelas, bumi semakin panas, iklim tak menentu. Kita tidak bisa membedakan lagi kapan musim hujan dan kapan musim kemarau, entah itu hujan maupun panas bisa terjadi kapan saja dan dimana saja tanpa kompromi.

Kalau sudah begini kita tidak bisa lagi menggunakan nilai-nilai. Musim yang seharusnya di agendakan untuk menanam atau memanen kebutuhan hidup sehari-hari tak kunjung jelas. Petani sulit untuk menanam padi, atau menanam apapun karena dirundung berbagai bencana tadi. Kalau para petani tidak menanam makanan pokok lagi, lantas kita mau makan apa?.

Bumi adalah salah satu planet yang hanya bisa dihuni oleh manusia, tapi kalau sudah panas, bergolak dan menolak keberlangsungan manusia, lalu mau tinggal dimana?. Merkurius dan venus terlalu panas untuk kita singgahi, mars terlalu gelap untuk ditempati, harapan satu-satunya adalah bumi. Tapi bumi kalau sudah tidak ditemukan kenyamananya, berbagai problem alam maupun social terus menggelayut di punggung kita, lalu mau kemana tinggal dengan lega?

Dalam kondisi seperti ini, makan sulit ditemukan, cuaca semakin panas, udara bersih untuk menghela nafas sulit ditemukan karena sudah bercampur baur dengan gas knalpot, untuk mencari seteguk air bersih saja sulit apalagi makanan.

Untuk memikirkan kebutuan pokoknya sendiri aja terseok-seok, dalam kondisi seperti ini yang menang maka dia yang bertahan jadi benar adanya. Sesuatu hal tidak mingkin bisa memikirkan orang lain. Yang ada hanyalah menggelegaknya mencurigai antar sesama, mpripat manuia saling menerkam, tidak ada lagi nuansa kemesraan, apa lagi kasih saying yang terjadi adalah bermusuhan. Kalau memang begini jadinya maka yang terjadi adalah PERANG….! (Amin Fauzi).

Read More......

Selasa, Desember 11, 2007

Jadikan Cinta Spirit Hidup


Sekarang generasi mu boy, ingat _ jangan sia-siakan begitu saja. Jangan sampai berakhir dengan tragis. Jose Ortega Y Gassets (1883-1955) mengatakan bahwa suatu generasi akan berakhir apabila kehilangan decisive generation. Jika hanya menjadi segepok manusia yang tanpa arti bagi sekelilingnya, terbang kesana-kemari terombang-ambing angin yang kian tak menentu oleh bingungnya musim. Sama halnya bohong, wujuduhu ka adamihi, adamu di anggap tidak adamu.

Apakah kamu akan bersikap seperti itu, terkapar oleh ketidakmenentuan zaman, dicemooh oleh orang-orang sekelilingmu bahkan diludahi oleh anjing sekalipun karena sikap memblemu.


Nah, hal yang meski kamu lakukan adalah menjadi the most decesive innovators. Dan biasanya ini adalah kelompok kecil dengan bakatnya yang luar biasa dan punya kesadaran jiwa yang tinggi. Menjadi manusia yang berjiawa abadi, sukma yang tak lelap tidur, yang dari kejauhan matanya menatap jelas daerah perawan yang belum pernah terjamah tangan.
Ingat. generasi bukanlah umur atau waktu yang menentukan, melainkan sikap dan pola tingkah laku yang tegas nan bijaksana. Ingat boy_. Please do it!
****

Oke, saat ini mungkin kamu lagi punya rasa atau bisa dibilang punya deep feel for some one yang kamu anggap paling special didunia ini. Pendekatan-demi pendekatan kamu lakukan, serpihan demi sepihan rasamu kamu lontarkan melalui pengorbanan ruang dan waktumu demi meraih empati dan simpatinya.

Tapi paling tidak ada konsekuensi yang harus kamu tanggung juga. Masih ada juga tanggung jawab besar yang kamu emban. Dan itulah salah satu atau secuil proses untuk menuju the most decesive innovators.
J
angan jadikan dia sebagai momok dalam hidupmu, tapi jadikan dia sebagai semangat hidupmu bahkan inspirator dan motivator untuk terus berkreasi demi meraih suksesmu.
Kau bilang cinta itu raising in love bukan falling in love. Ya… cinta sejati adalah ketika bisa bersama-sama tegak, tegak untuk meneduhkan dan menyemai damai bagi dirimu dan orang lain.

Ingat boy…… the most decesive innovators. Kalau tidak sekarang kapan lagi……..(Amin Fauzi)

Read More......

Senin, November 19, 2007

Confuse


I don’t know what should I do this time, although my self surrounded in crowded situation I am still lonely, my deep eyes look empty run off uncertainly. My ears close it self until there is a thunder strike my room but I don’t hear it. My mouth be mute, all of my body be quite like a numb.

However, my feeling is so break and my mind is death. All of my knowledge that I have gets until now like strike from great virus. When I force to think about my self, suddenly feel vibrating beat uncertainly.

“It is fate of god?” my question for imagines.

For about seven days I just think like that why my god create my self like this. But some times I also ever think that may be my god just trusts me to bring this mandate of life. Yesterday I made a poem in order to decrease my problem, may like this:

Oh Allah.
Any body bring great load than me?
Now, I not only
Poor of merciful
Poor of material
Poor of heart
Poor of religion
Poor of social
But also poor of knowledge
Oh Allah.
Do I arrogant with my poor?
Oh Allah.
Please give me shine light so that it’s not been arrogant with that poor.

I am still confused; I don’t know what’s going on. With whom I should tell on. Every body just quiets. One side, I must finish all of responsibility. But on the other side, no body supports all of my activities.

“Hello every body, in the name of humanity. Any bodies support me? Any body heir me?” my question for human in the world.

May be just for Allah I must tell on about all of load. Because very difficult to find the right man and the right place. In the disoriented period like this, we difficult to search value of loyalty among human being. (Amin Fauzi)

Read More......

Jumat, November 02, 2007

An Exiting Trip


Perjalanan menuju wisata grojogan sewu, bukanlah moment yang mudah terlupakan begitu saja, bukan perjalanan biasa, bukan pula gerak langkah saja yang menikmati, tapi dalam perjalanan itu kedamaian alam menikmati setiap detik pengunjungnya.

Ya. Saya melakukan perjalanan menyenangkan ini mulai pukul 07.00 WIB ditemani oleh 15 orang, delapan cowok dan tujuh cewek dari tujuh univeristas di Semarang.
Menyusuri jalanan panjang bergelombang dengan jalan kaki bisa jadi amat melelahkan, tapi dengan jalan kaki itu justru menemukan kenikmatan alam yang tiada tara indahnya.

Tidak hanya jalan halus tertata rapi, di jalan itu pula, kanan kiri jalan dipenuhi oleh ratusan jenis bunga dengan berbagai varianya. Aroma wanginya senantiasa tercuium, terasa sudah menyatu dan berbaur dengan hembusan udara segar pagi itu, bunga-bunga bermekaran tersenyum dan menyapa orang yang lewat, sesekali bening embun pagi turut membasahi dedaunan yang nampak segar itu.
Disepanjang perjalanan bangunan villa megah nan elok juga menjadi saksi canda ria perjalanan kita, sesekali Venny Milawati dengan gaya narsisnya bilang “ayo temen-temen mampir ke rumah aku,” sontaknya sembari narsis didepan gerbang rumah memintanya untuk difoto. (He..he… orang kota bermental ndeso.. looo).

Sesampai di perempatan jalan ada papan bertuliskan “ke grojokan sewu untuk pejalan kaki”. Kita menelikung ke jalan sempit itu, tetap saja lautan bunga mengiringi langkah dan mewarnai pandangan, meskipun ratusan jenis bunga menghiasi bumi Karang Anyar itu, namun bunga antarium masih mendominasi lautan bunga tersebut. Maklum bupati Karang Ayar menyebut dearah ini sebagai kabupaten karanganyar antorium karena kebanyakan warga sana menanam bunga ini.

Sesampai 50 m sebelum gerbang masuk grojokan, puluhan kera menyambut ceria kedatangan kita dengan berbagai ekspresi. “Gus saudaramu tu menyambut,” ujar yogi sembari menudingkan jemarinya ke salah satu kera.

Ada beberpa kera kalau difoto mendadak langsung acting menunjukkan gaya seksinya seperti model, ada pula kera kalau dikasih makan mbuntut melulu, ada pula satu kera yang diam terus bawaanya pengen menerkam semua pengunjung yang ada disitu.”hai tau ga monyet yang itu lagi punya masalah, jangan di ganggu dong,” ujar dita. (ah… sok psyikolog looo, masalahnya monyet itu lagi naksir kamu tapi ga berani menggungkapkan. He……..he…..

Kita sudah duduk didepan gerbang selam 15 menit karena petugasnya belum datang. Namun susana masih terasa enjoy ditemani oleh kemesraan kera-kera itu sesekali ada seaorang laki-laki yang lagi mometret kera di samping istrinya “itu sebenarnya yang kera siapa? Kamu atau kirimu?,” ujar laki-laki itu. Sontak kami sekitar 15 orang tertawa lepas menertawakan orang itu. Muka merah langsung tampak pada ekspresi keluarga tersebut.

Selang beberapa menit penjaga loket datang, memebeli tiket untuk masuk, karena kami rombongan maka kami di diskon. Enam orang gratis masuk.

Perjalanan dilajutkan, kini tidak lagi jalan mulus beraspal yag dilalui atau taburan bunga yang mengiringi, tidak lagi lurus tapi terus dan terus turun sesekali jalanan licin ditemui, jalan dibangun dengan menggunakan anak tangga. Kanan kiri jalan hanya dikelilingi oleh pepohonan besar dan bebatuan.

Melalui anaka tangga tersebut langkah-demi langkah dilalui sesekali ada yang terpeleset karena licinnya jalan itu, terpaksa kami memutuskan untuk melepas sandal masing-masing.

Dua puluh menit kemudian kita sampai di grojokan, pertama kali melongok keatas, huh…. Nikmat yang tiada tara air terjun dengan ketinggian 100 meter, puluhan kubik air jatuh tiap menitnya menimpa bebatuan besar di awah bukit itu.
Kami semakin untuk dekat dan mendekap merengkuh kesegaran alam itu, perlahan kami menyusuri bebatuan besar sesekali menceburkan diri kedalam air bening nan bersih yang mengalir gemercik menatap-natapkan diri pada bebatuan besar itu.

Ada hal yang berbeda dari hawa sebelumnya, kini semakin sejuk, udara yang berhembus mesra itu serasa bercampur dengan air. Dedeunan hijau yang mengelilingi air terjun itu melambai-lambai bak mengipasi orang yang ada di area itu. Namun di balik pohon-pohon besar itu puluhan kera tetap saja mengintip kemesraan canda-tawa kita.
Momen penting ini tak begitu saja di tinggalkan. Berakting ria di depan kamera terus dan terus dilakukan, yah narsis lagi, kalo ga gini ya ga beswan booo.



Read More......

Senin, Oktober 08, 2007

keluarga baruku


Ini adalah orang-orang yang paling berkesan sepanjang perjalananku selama ini. Tanpa mereka aku layaknya sebatang pohon yang menggeliut kemana angina berhembus. Dari mereka aku aku belajar hidup, prinsip, kepribadian, bahagia, menangis. Tapi itulah membuatku lebih berarti. Thanks for all.




Read More......

Berani Menggungkapkan Rasa



Rama: hai Sinta…… sorry lama ya nunggunya?
Sinta: hai Rama….. baru aja aku nyampe sini. Yaaah everything is ok..
Rama: ga’ ada kuliah?
Sinta: baru aja selesai, ntar jam 13.00 ada ujian mid semester, do’ain ya..!
Rama: is ok.., doaku akan selalu mengiringimu.

Terdiam sejenak tanpa ada kata-kata, hanya saling menetap sesekali tersipu.

Rama: disini udaranya semilir ya, serasa teduh.
Sinta: ya iyalah secera gitu loo, pohonnya kan rindang. Btw, Rama mau ngomongin apaan ya sama Sinta?

Rama mengembuskan nafasnya lalu mendesah pelan, sepelan angin siang itu

Rama: aku gak tau, mau memulainya dari mana
Sinta: memang tentang apaan?
Rama: ceritanya panjang, abstrak dan absurd hingga aku sulit mengungkapkan lewat kata-kata.
Sinta: ah… Rama sukanya bikin penasaran aja. Kalau sulit, sekarang konkretnya kaya apa deh!
Rama: untuk hal ini ga bisa di konkretkan, karena ini suatu yang luhur, suci nan absbtrak.
Sinta: jadi…. …?
Rama: Sederhananya, aku pengen ungkapkan maaf aja sama Sinta.
Sinta: Maaf apaan, emang rama salah apa?
Rama: aku merasa bersalah aja. Selama ini aku dah sering ganggu waktu Sinta lewat nelfon malam-malam, sms terus-terusan, pengen tahu segala sesuatunya tentang Sinta.
Sinta: Is ok, ga apa-apa kok.
Rama: aku jadi ga enak aja!
Sinta: santai aja lagi….

Keduanya terdiam, sembari menikmati pemandangan kanan-kiri.


Rama: kata foucolt bahwa segala sesuatu tidak bebas nilai. Pernah baca tentang teori itu ga?
Cinta: ya pernah..… segala sesuatu juga tidak bebes kepentingan
Rama: Sebenarnya kalau boleh jujur yang ku laikuin selama ini (sering sms, nelfon, ngurusi kepribadian) ke cinta juga ga bebas nilai, tapi bentuk representasi dendamku pada cinta.
Sinta: dendam….! Memeng sinta salah apa sih?
Rama: sinta ga salah, tapi bagiku sinta adalah penjahat wanita yang paling kejam di dunia ini melebihi kekejaman nazi, bahkan diktator Hitler.
Sinta: terus kejahatanku seperti apa? Maaf….maaf….
Rama: sinta ga jahat secara fisik, tapi secara emosi, dirimu selalu menghantui setiap detik waktu aku. Tapi aku senang dengan hantumu itu, hantu itu membuat aku mabuk rindu. Hingga aku sekarang ga bisa melupakannya
Sinta: kamu ga berusaha mengusirnya?
Rama: sempat aku sesekali mengusirnya. Tapi aku ga mampu, dia lebih kuat bahkan sekarang terpaku dan tertanam jauh dan tulus duduk di lubuk hatiku terdalam. Kamu selalu hadir dan mengada dalam lintasan pikiranku, kamu meneduhkan hatiku, menyemai damai dalam damai. Seperti bersamamu saat ini, kedamaian ada dalam tiap detiknya.

Keudanya membisu, saling menatap mesra… berbagai perasaan campur aduk

Sinta: maksud rama?
Rama: sederhananya, ijinkan aku untuk hadir dan mengada di hati sinta, ijinkahlah aku ikut senang dikala bahagia, biarlah aku jadi obat dikala sinta sedang sakit, biarklah aku meneduhkan dikala sinta serasa panas. Biarlah aku ikut menyemai dalam damaimu.
Sinta:……???????????

Read More......

Jumat, September 28, 2007

Mana Untung, Mana Buntung


Setiap tahun Jawa Tengah akan kehilangan 2.500 ton produksi beras
akibat pembangunan jalan tol Semarang-Solo.

Untuk mengejar ketertinggalan dari daerah lain seperti Jawa Timur dan Jawa Barat dalam hal laju ekonomi serta memperlanjar jalur transportasi, pembangunan jalan tol Semarang-Solo adalah sebuah keharusan dan keputusan yang mutlak.

Ir. Danang Atmojo MT, Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah mengatakan itu sebagai syarat mati, pasalnya jalur utama yang menghubunghkan kedua Kota tersebut sering terjadi kemacatan “makanya kita harus membuka jaringan baru,” ungkap pria yang ikut mengisi seminar tentang “Percepatan Pembangunan Tol Semarang-Solo Dan Peningkatan Ekonomi Masyarakat” yang di selenggrarakan oleh Kelompok Diskusi
Wartawan Provinsi jawa tengah 25 Juli 2007 lalu.

Pembangunan jalan yang di anggarkan dana sebesar Tujuh Trilyun dan sudah direncanakan sejak tahun 2005 ini rencananya akan di realisasikan pada tahun 2007 dengan panjang sekitar 75,8 km sepanjang jalur anatara Semarang–Solo yang akan melintasi wilayah kota/kabupaten yang terdiri atas lima seksi yakni Tembalang-Ungaran (11,2 km), Ungaran-Bawen (11,9 km). Bawen-Salatiga (18,8 km), Salatiga-Boyolali (20,9 km). dan Boyolali-Karang Anyar (13 km). “sesuai rencana awal sebenarmya pembangunan ini di laksanakan tahun 2006, namun karena berbagi hal, sehingga di undur,” imbuh Danang.

Danang meyakinkan pembebasan lahan untuk membangun jalan tol Semarang-Solo tidak akan merugikan masyarakat. ”Dalam Perpres Nomor 36 Tahun 2005, pembebasan lahan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum mengacu pada harga pasar,” kata Danang.

Masih menurut Danang, bahwa pembangunan akan membawa banyak keuntungan pada sektor ekonomi Jawa Tengah “semakin cepat pembangunannya maka semakin bagus,” imbuhnya.
Hal senada juga dijelaskan oleh Didik Sukmono, Ketua Komite Tetap Pengembangan Investasi Kadin Jawa Tengah, bahwa kalau ditinjau dari sisi ekonomi investasi Jawa Tengah sampai saat ini masih jauh tertinggal dari pada Jawa Barat dan Jawa Timur


Apalagi sampai akhir Agustus nanti one stop service akan di laksanakan di tiap-tiap Kabupaten, makanya kelancaran transportasi adalah suatu keniscayaan bagi masyarakat Jawa Tengah dan solusinya pembangunan jalan tol itu, “karena apabila tol itu benar-benar di bangun, paling tidak kita akan mendapatkan banyak keuntungan dalam hal laju industri, “ tutur Didik.

Didik mencontohkan, keuntungan pembangunan jalan tol adalah misalnya untuk memperlancar distribusi barang sehingga cost dapat ditekan, membuat acaun untuk membikin tata ruang yang lebih rapi, juga akan berdirinya rumah makan atau rest plece (tempat peristirahatan) di antara jalur tersebut, “namun kendalanya adalah adanya keberatan bagi pemilik tanah atau kendala ganti bagi pemiliknya,” imbuhnya.
Menurut Didik solusinya adalah selain ganti rugi uang juga berbentuk saham atau menyerehakan inbreng, “namun diprediksikan inbreng akan kembali dengan waktu sekitar 50 tahun yang akan datang,” imbuhnya lagi.

Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno menilai bahwa pembuatan jaringan baru memang salah satu cara untuk mengatasi kemacatan. Namun hal ini belum tentu bisa mengatasi masalah secara keseluruhan, baik aspek geografis, demografis, politis, ekologi, sosial masyarakat yang wilayahnya terkena proyek ini.

“Bagaimana dengan nasib para petani yang lahannya terkena proyek ini. Mereka hanya petani, meskipun diberi dana penggantian, mereka akan kesulitan karena hanya itu keahlian mereka, dan tidak punya ketrampilan dalam hal kewirausahaan,” imbuhnya.

Djoko mencontohkan, setalah ada tol Cipularang Jawa Barat saat ini akses lalu lintas memang relatif lancar. Namun kawasan yang dulu banyak usaha kecilnya (penginapan, rumah makan), sebagaian besar sudah tutup. “Untuk Semarang-Solo, dari Banyumanik hingga Bawen ada banyak SPBU, rumah makan dan penginapan, Setelah tol dibangun bagaimana? Ini juga harus dipikirkan,” ujarnya.

Masih menurut Djoko bahwa menurutnya, secara geografis maupun ekologis area yang akan dibangun jalan tol adalah wilayah pertanian, dimana lahan pertanian di daerah tersebut sangat potensial, dan 30 persennya adalah hutan lindung dan 10 persen terkena jalan tersebut yang akan dibangun.

“Kalau wilayah tersebut benar-benar akan dibangun efeknya bagi lingkungan akan berbahaya, kalau hutan-hutan itu ditebang, daerah bawah akan banjir, padahal daya serap hutan itu sangat tinggi” terangnya.

Apabila lahan tersebut akan dibangun, maka akan terbagun lima kali lipat dari lahan yang di gunakan, biasanya akan muncul bengkel, restoran, dan toko-toko disampinya terebut. “Sebenarnya Jawa Tengah ini mengidentifikasi sebagai daerah apa? Agraris atau industri? Kalau memang pertanian mengapa dipangkas habis-habisan?,” Djoko menanyakan.

Menurut Kepala Subdinas Sarana dan Prasarana Pertanian Jateng Hari Tri Hermawan, Jawa Tengah (Jateng) akan kehilangan 2.500 ton produksi beras per tahun akibat pembangunan jalan tol Semarang-Solo. Proyek yang melewati enam kabupaten/kota ini akan memakan 311 hektare areal persawahan. "Dengan hilangnya 311 hektare sawah, dalam setahunnya, Jateng akan kehilangan 2.500 ton beras," katanya.

Menurutnya, jumlah tersebut masih bisa bertambah, tergantung pelaksanaan proyek. Jika sesuai rencana, proyek tol Semarang-Solo akan dimulai pembangunannya awal 2007. Akhir tahun ini, ditargetkan proses pembebasan tanah sudah selesai. Enam daerah yang dilewati proyek ini adalah Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Salatiga, Boyolali, Karanganyar, dan Sukoharjo.

Meski akan mengurangi produksi beras di provinsi ini, Badan Bimas Ketahanan Pangan setempat memastikan tidak sampai mengurangi ketahanan pangan Jateng. "Berkurangnya produksi beras akibat proyek tol tidak mengakibatkan Jateng minus beras," kata Gayatri Indah Cahyani.

Saat mengutip data Pemprov Jateng, dia menyebutkan, lahan sawah yang bakal terkena seluas 3.135.063 meter persegi. Sementara itu, lahan perumahan warga mencapai 1.097.137 meter persegi, tegalan 1.504.500 meter persegi, dan hutan 2.683.751 meter persegi. ''Dari data itu, dapat diperkirakan bahwa masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani yang paling terkena dampaknya,'' kata dia.

Lahan persawahan di Kota Semarang yang bakal terkena seluas 119.630 meter persegi. Kemudian di Kabupaten Semarang mencapai 1.644.815,5 meter persegi, Kota Salatiga (177.752 meter persegi), Kabupaten Boyolali (967.546 meter persegi), dan Kabupaten Karanganyar (225.320 meter persegi). ''Dengan hilangnya lahan garapan tersebut, nanti mereka akan menjadi pengangguran,'' katanya.

Jawa Barat, menurutnya, memiliki jalan tol sepanjang 237 km, Jawa Timur 62 km, DKI 106 km, dan Sumatera Utara 37 km. Panjang jalan tol di Jateng saat ini baru mencapai 25 km. Jika jalan Tol Semarang-Solo sepanjang 75,87 km dibangun, total panjang jalan tol di Jateng mencapai 100,87 km.

Jalan tol Semarang-Solo akan dibangun per lajurnya selebar 3,6 meter, bahu luar jalan selebar tiga meter, bahu dalam 1,5 meter, dan lebar median 5,5 meter. Dengan spesifikasi ini, lebar jalan tol Semarang-Solo minimal mencapai 40 meter.

Djoko Setijowarno mempertanyakan tujuan pembangunan tol untuk kepentingan masyarakat. ”Masyarakat yang mana? karena dalam sejarah selama ini tidak ada masyarakat sekitar jalan tol yang menjadi sejahtera setelah wilayah mereka dilewati jalan tol. Yang ada juga tanah mereka menjadi berkurang karena tergusur untuk pembangunan jalan tol,” kata Djoko.

Soal Peraturan Presiden (Perpres) No 36/2005 yang menjadi dasar pembangunan , kata Djoko, jelas tujuannya bukan untuk kepentingan umum, melainkan lebih untuk kepentingan bisnis. Seperti pembangunan jalan tol, lebih untuk memperlancar bisnis atau kegiatan ekonomi sekelompok orang atau golongan dari pada masyarakat, terutama masyarakat yang lahannya tergusur.

Selain itu, masyarakat juga tidak pernah merasakan manfaat dari adanya proyek-proyek tersebut. Mereka tidak bisa menikmati proyek tersebut dalam arti sesungguhnya, mendapatkan keuntungan atau kemudahan karena proyek tersebut. Mungkin satu-satunya ”keuntungan” mereka adalah dapat menikmati (baca: melihat) wujud proyek-proyek tersebut yang biasanya identik dengan modernisasi atau kemajuan teknologi.
Menurut Djoko Kalau memang terpaksa akan di bangun tol lebih baik membangun tol di atas jalan yang sudah tersedia meskipun mahal tetapi secara makro tidak mahal.

Berbalik dengan Djoko, Noor Achmad, anggota DPRD Jawa tengah komisi A menilai pembangunan jalan tol Semarang-Solo adalah hal yang mutlak karena untuk mengejar ketertinggaan dari daerah lain. “Tapi yang harus di lakukan pemerintah adalah harus adanya sebauah kesepemahaman bersama antara pemerintah dan masyarakat, yaitu dengan memberikan sosialisasi yang sejelas-jelasnya sehingga tidak terjadi alah paham,” ungkap pria yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Wahid Hasyim ini.

“Sosialisasinya juga harus transparan, sehingga masyarakat lebih mengerti dan memahami keuntungan maupun kerugiannya, baik secara ekonomis, sosiologis bahkan antropologis religius,“ imbuhnya. (Amin Fauzi)

*ulisan ini juga di muat di tabloid edisi 109 SKM AMANAT IAIN Walisongo Semarang.


Read More......

Yang Beda dari KKN PBA


Tujuan KKN adalah pengabdian masyarakat. Bukan proyek.

Halaman Auditorium I nampak ramai. Tempat yang biasanya sepi itu, Senin (9/7/2007), sekitar pukul 07.00 WIB dipenuhi oleh ratusan mahasiswa.
Bersama kelompoknya masing-masing, mereka mengikuti upacara pemberangkatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang segera diterjunkan di Kabupaten Kendal.

“KKN kali ini berbeda. KKN kali ini bersifat tematik, yaitu berkonsentrasi pada penuntasan buta aksara,” kata Rektor IAIN Walisongo Prof. Dr. Abdul Djamil, MA dalam sambutan upacara pelepasan KKN tersebut.

Memang, sejak tahun 2007 ini, 28 Perguruan Tinggi baik Negeri maupun Swasta di Jawa Tengah, bekerja sama dengan pemerintah Provinsi Jawa Tengah, mengarahkan orientasi KKN mahasiswa pada pemberantasan buta aksara (PBA).

Drs Mudhofi, M.Ag., sekretaris PPM IAIN Walisongo menegaskan, pada tanggal 12 April 2007, 28 Rektor perguruan tinggi dan Gubernur Jateng menandatangani MoU (Memorium of Understanding) atas program ini.

Kepala Renbang (Rencana dan Pengembangan) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah Drs Jasman Hendratno, M.Si., sang penggagas program mengatakan, KKN PBA ini berawal dari kegelisahan melihat begitu banyaknya msyarakat yang masih menyandang buta aksara.

Penelitian yang dilakukan HDI (Human Development Index), katanya, Indonesia menempati posisi ke-111 dari 117 negara penyandang buta aksara di dunia. “Di Indonesia, Jawa Tengah menempati posisi kedua terbanyak setelah Jawa Timur.”
Sementara dalam catatan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Subdin Pendidikan Luar Sekolah (PLS) dan Olah Raga tahun 2007, di Jawa Tengah, angka buta aksara mencapai 2,690,225 jiwa yang terbagi dalam 35 kabupaten/kota.


Berdasarkan penelitian HDI dan catatan dari Dinas Pendidikan itulah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Inpres No. 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.

Jawa Tengah cepat menangkap instruksi presiden. Yaitu dengan menggandeng Mahasiswa KKN dalam program pemberantasan PBA tersebut. “Targetnya, setahun lagi tak ada penyandang buta aksara di Jateng,” tegas Jasman.

Sebelumnya, program serupa juga telah digalakkan. Yaitu dengan menggandeng berbagai organisasi seperti PKK, Muslimat, Aisyiyah, Fatayat NU dan sebagainya. “KKN ini merupakan salah satu cara agar lebih efisien dalam penuntasan buta aksara,” timpal Suwahyo, staf di PLS Diknas Jateng.

Model KKN PBA
Jelas ada yang beda dalam KKN PBA. Mahasiswa bisa berlega hati, karena tidak usah memikirkan membantu pembangunan fisk di Desa tempat mereka KKN.
Dalam KKN yang bekerja sama dengan Forkom (Forum Komunikasi) KKN Jateng ini, seluruh konsep, pengorganisasian dan koordinasinya diserahkan kepada perguruan tinggi masing-masing.

Ketua Forkom KKN Jateng Drs Subagyo M.Pd. mengatakan, konsep KKN PBA adalah mahasiswa diberi tugas khusus untuk melakukan bimbingan kepada masyarakat. “Dua mahasiswa membimbing satu kelompok belajar yang terdiri dari dua puluh warga.”
Tidak hanya dalam praktek di lapangan yang berbeda. Biaya dalam KKN PBA ini juga relative lebih ringan jika dibandingkan dengan KKN yang selama ini berlaku.

Jika dalam model KKN yang selama ini berlangsung mahasiswa harus merogoh kocek yang tidak sedikit, yang bisa mencapai pulahn juta, KKN PBA biayanya ditanggung oleh Pemerintah.
“Tahun 2007 ini Pemprov menyediakan 33 Milyar rupiah untuk KKN PBA ini. Perguruan tinggi hanya pelaksana,” tuturnya.

Mengenai besarnya biaya yang diterima oleh masing-masing perguruan tinggi, tergantung jumlah mahasiswa yang diterjunkan dalam KKN. Ukurannya adalah kelompok. Satu kelompok belajar terdiri dari 2 mahasiswa dengan anggaran Rp.3.320.000.
Karena itu, lanjut Jasman, untuk mengetahui jumlah subsidi per perguruan tinggi, tinggal mengalikan saja dengan jumlah mahasiswa peserta KKN yang ada.
“Kegiatan lain yang berhubungan dengan KKN, semuanya sudah ada anggaranya sendiri dan sudah diperhitungkan. Mulai pembekalan, transportasi, monitoring, semuanya sudah ada,” jelasnya.

Mudhofi kepada AMANAT menjelaskan, uang Rp.3.320.000 itu kegunaanya bukan cuma untuk mahasiswa, tapi untuk kebutuhan lain seperti living kost dan transport per mahasiswa sebesar 500.000 rupiah, jaket, topi almamater, buku panduan, alat tulis kantor (ATK) warga belajar, pembekalan, bahan anggaran pelaksanaan pengajaran, evaluasi, laporan akhir kegiatan dan transport monitoring untuk DPL.

“Di IAIN Walisongo ada 18 DPL. Tiap memonitoring dianggarkan Rp. 320.000 per DPL. Padahal tiap DPL wajib memonitoring sebanyak tujuh kali,” tambah Mudhofi.
Dan untuk tahun ini, tambah dosen Dakwah ini, IAIN Walisongo menerjunkan 360 mahasiswa di kabupaten Kendal yang tersebar di enam kecamatan, yaitu Sukerojo, Pageruyung, Plantungan, Gemuh, Ringin Arum dan Weleri. “Penempatan ini ditentukan oleh Dinas. Kita hanya pelaksana.”

Transparansi dana
Meski dana KKN PBA sudah di tanggung Pemprov., namun ternyata mahasiswa harus bayar juga. Selain itu, dana dari Pemprov juga disunat oleh pihak kampus.
Di IAIN Walisongo, peserta KKN hanya menerima Rp. 450.000 dari Rp. 500.000 yang seharusnya diterima. Sebelumnya, mahasiswa juga ditarik Rp.200.000. “Katanya untuk bayar transportasi,” kata salah seorang peserta.
Usut punya usut, uang Rp.50.000 yang disunat dari dana yang harus diterimakan kepada mahasiswa, adalah untuk biaya transportasi. “Lalu untuk apa uang 200.000 itu?” timpal peserta KKN yang lain.

Tak pelak, hal itu memunculkan pertanyaan diantara peserta KKN. Karena dana itu belum ada kejelasannya hingga sekarang. “Uang dua ratus ribu itu belum adapenjelasannya,” ungkap Zaqy Mubarok yang dibenarkan oleh Sidli Richanah.
Drs. Suriadi, MA., ketua PPM ini memang mengatakan, bahwa uang itu kembali kepada mahasiswa. Namun tidak dijelaskan secara rinci dalam bentuk apa.

Sementara Mudhofi mengatakan, uang itu digunakan untuk asuransi, konsumsi 7 kali dalam rapat koordinasi, Rp.100.000 untuk transport koordinator desa, Rp.150.000 untuk transport koordinator kecamatan, dan kunjungan kerja KKN.

Ketika AMANAT mencoba melakukan konfirmasi ke perguruan tinggi lain, memang ada yang membayar, tapi tidak sebesar IAIN. “Di UNNES ada biaya tambahan, tapi sedikit,” ungkap Subagyo dari Universitas Negeri Semarang ketika di hubungi via telepon..
Sementara perguruan tinggi lain, banyak yang gratis sama sekali seperti Universitas Muria Kudus (UMK).

Mahasiswa Bingung
Persoalan yang muncul dalam KKN model baru ini, tidak berhenti di sini. Karena tuntutan lain menghadap ketika para mahasiswa itu sudah diterjunkan ditengah-tengah masyarakat.

Persoalan itu adalah tuntutan bahwa satu mahasiswa harus bisa menuntaskan 10 warga buta aksara. Kalau IAIN Walisongo menerjunkan 360 mahasiwa, 3600 penyandang buta aksara harus bisa dientaskan.

“Mahasiswa diterjunkan di Desa selama 45 hari dan harus menyelesaikan kegiatan belajar mengajar kepada warga penyandang buta aksara selama 144 jam. Kalau tidak bisa dibuat kelas, mahasiswa harus mengajar dari rumah ke rumah,” ujar Jasman.
Kategori warga penyandang buta aksara, seperti dijelaskan dalam buku panduan, adalah orang yang tidak bisa membaca, menulis dan berhitung sama sekali ataupun mereka yang drop out kelas 1-3 Sekolah Dasar (SD).

Persoalannya, data penyandang buta aksara yang diberikan Diknas, belum tentu valid. Ini tentu membingungkan mahasiswa di lapangan. “Ketika saya cek warga yang ada di daftar, di lapangan banyak yang tidak ada orangnya,” keluh Muhammad Yusuf, peserta KKN di Desa Cepoko Mulyo Gemuh Kendal.

Akhirnya, Yusuf bersama kawan-kawan satu posko pun melakukan pendaftaran dan cek ulang terhadap data-data yang ada. Yaitu dengan mendatangi warga dari rumah ke rumah.

Parahnya lagi, tak sedikit daftar penyandang buta aksara yang diberikan Diknas, sudah ditangani oleh Fatayat NU, Aisyiah dan PKK. “Jadinya ya rebutan,” kata Yusuf.
Yang tragis, adanya penolakan terhadap tim KKN PBA. Seperti yang terjadi di Desa Gebang, Tlahap, Gemuh, Kendal, dengan alasan tidak mau menerima delegasi dari pemerintah.

Ya, suka duka KKN PBA itu, memang resiko. Tapi yang jelas, semoga ini bukanlah proyek semata atau bahkan kelinci percobaan dari sebuah program, dengan mahasiswa sebagai tumbalnya. (Amin Fauzi)

* Tulisan ini juga diterbitkan di tabloid edisi 109 SKM AMANAT IAIN Walisongo Semarang



Read More......

Rabu, September 12, 2007

Kado Cinta untuk Kedamian


Melalui buku ini Emha Ainun Nadjib mencoba meneropong dan menguarai benang-benang kusut atas ketidakmenentuan nilai-nilai kemanusiaan yang akhir-akhir ini semakin membinatang, sehingga manusia merasa tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah, mana yang hitam dan mana yang putih.

Dengan buku ini pula Cak Nun (panggilan akrabnya) ingin memberikan kado cinta untuk kedamian kepada sesama manusia, sesama hamba Allah dan sesama bangsa Indonesia. Dengan kado cinta ini akan mengahapuskan nuansa kebencian, menyingkirkan prasangka dan fitnah. Buku ini banyak memberikan pencerahan, mengajarkan kemesraan budaya, empati masyarakat dan peneguhan nasionalisme.
Banyak ranah yang di singgung, sosial, politik, budaya, antropologi dan agama yang tak lepas dari jenggalan aktivitas sehari-hari kita, dimanapun dan kapanpun, apa saja dan siapa saja.

Lewat buku ini bisa dilihat bahwa sosok Cak Nun yang meruang dan mewaktu atas pendampingan-pendanpingan masyarakat sosial, terbukti dengan beberapa tulisanya yang selama 20 tahun lebih berkeliling nusantara untuk berjumpa dengan berbagai forum rakyat dan segmen sosial. (Amin Fauzi)


Judul buku : Emaha Ainun Nadjib
Penulis : Kiai Bejo, Kiai Untung, Kiai Hoki
Penerbit : KOMPAS
Tebal : vi + 258 halaman; 14 cm x 21 cm
ISBN : 978-979-709-311-2
Tahun Terbit : Juni 2007

Rehal ini Juga di terbitkan di SKM AMANAT edisi 109

Read More......

Kamis, September 06, 2007

Miskin


Ya Tuhan…..!
Ada ga’ sih orang yang bebannya lebih berat dibandingin aku

Sekarang aku tidak hanya
Miskin kasih sayang
Miskin materi
Miskin sosial
Miskin religi
Miskin hati
Tapi juga miskin ilmu

Ya Tuhan…..!
Apakah aku sombong dengan kemiskinanku?

Tuahanku yang maha pengasih dan penyayang…!
Berilah aku cahaya, agar aku tidak sombong dengan kemiskinanku itu…!

Read More......

Rabu, Agustus 29, 2007

Undangan seleksi LKT Beswan Djarum 2007 tingkat Regional Jateng-DIY

Djarum Bakti Pendidikan mengimformasikan bahwa pada hari Selasa, tanggal 14 Agustus 2007, Dewan Juri LKT Beswan Djarum 2007 tingkat Regional Jateng-DIY yang terdiri dari Prof. Dr. Sudharto P. Hadi, MES, Ph.D. dari UNDIP Semarang, Prof. Dr. Ir. Budi Widianarko, M.Sc dari UNIKA Soegijapranata Semarang dan Prof. Dr. John Titaley dari UKSW Salatiga telah meluluskan 10 Karya Tulis terbaik dari 32 Karya Tulis Beswan Djarum 2007 tingkat Regional Jateng-DIY yang masuk ke Panitia Djarum dengan tema "Masa Depan Ke-Indonesiaan".

Berikut daftar peserta 10 besar Lomba Karya Tulis Beswan Djarum 2007 yang lolos seleksi tahap pertama tingkat Regional Jateng-DIY

1. Amin Fauzi (IAIN Walisongo Semarang) judul : Tradisi Sedekah Bumi sebagai pencegah Pemanasan Global
2. Dian Novie (UNDIP Semarang) judul : Manfaat Pemberian Ekstrak Meniran (Phyllantus Mariana Niruni) sebagai Obat Bahan Alam dalam upaya Pengendalian Penyakit Infeksi Kusta Stadium Subklinis
3. Ratri M. Handoko (UNIKA Semarang) judul : Apresiasi tarian daerah di Jawa Tengah
4. Rebecca Christiana (UKSW Salatiga) judul : Pemanfaatan limbah kulit pisang sebagai media pertumbuhan Kombucha pada berbagai pH
5. Makhabbah Jamilatun(UNS Surakarta) judul : Efisiensi Produksi Bioetanol melalui Rekayasa Lactobacillus
6. Daisy Nathania (Atmajaya Yogyakarta) judul : Peningkatan Daktilitas Struktur dengan cara pengekangan pada daerah Inti Beton
7. Andriyanto Budisusetiyo (Atmajaya Yogyakarta) Pengaruh penambahan serat limbah bubutan Besi Ulir terhadap Kuat Tarik dan Kuat Lentur Beton
8. Jajang Abdul (UWM Yogyakarta) judul : Formalisasi agama dan potensi Integrasi dalam GhofurPluralitas masyarakat Indonesia
9. Nur Wijayanti (UNSOED Purwokerto) judul : Usaha pemanfaatan Limbah Padat Tapioka Onggok) sebagai bahan dasar pembuatan Bioplastik melalui modifikasi pati
10. Laela Zuhrida (UMP Purwokerto) judul : Optimalisasi potensi desa menuju desa mandiri berbasis mahasiswa Beswan Djarum


Tahap kedua Lomba Karya Tulis Beswan Djarum 2007 bagi mahasiswa yang lolos seleksi tahap pertama, dimana akan diselenggarakan pada:

1. Tehnikal Meeting LKT Beswan Djarum 2007
* Hari / Tanggal : Rabu, 22 Agustus 2007
* Pukul : 15.00 - selesai
* Tempat : JI. Pandean Lamper IV/16 -Semarang
* Pakaian : Jaket Almamater
2. Seleksi LKT Beswan Djarum 2007 tahap kedua
* Hari I Tanggal : Kamis, 23 Agustus 2007
* Pukul : 08.00 WIB - selesai
* Tempat : JI. Pandean Lamper IV/16 - SemarangPakaian : Jaket Almamater

Read More......

Rabu, Juli 25, 2007

Musik Kita


“Dunia tanpa musik, ga asyik,” ungkap salah seorang maestro dangdut Indonesia H Rhoma Irama. Pasalnya, walau bukan kebutuhan primer, tapi tanpa musik hidup bisa terasa hampa, jenuh dan sepi. Setiap hari ritme perjalanan hidup kita baik di rumah, kantor, bus selalu di iringi dengan musik apapun itu instrumennya.

Begitu pentingnya sebuah musik, hingga tepatnya tanggal 9 Maret juga di peringati hari musik nasional di negeri indonesia tercinta ini. Karena bicara soal musik tak hanya sekedar hiburan melainkan juga bisa sebagai instrumen kritik sosial yang mencerahkan.

Masih teringat dan terngiang sepuluh tahunan yang lalu, seperti Iwan Fals, Franky Sahilatua, Sawung Jambo dan Leo Kristy, dianggap sebagai ikon “musisi perlawanan” tanah air. Lagu yang di usung selalu memerahkan telinga para pejabat. Hingga pilihan bagi mereka cuma dua, mati atau bui.

Anehnya, lagu bertema ketimpangan sosial tersebut malah menjadi primadona. Ibarat virus, ia menularkan semangat perlawanan atau menggedor ruang kritis masyarakat. Pentas-pentas musik di kampuspun kesengsem. Dalam berbagai pentas, lagu-lagu “pembebasan” tersebut tak lupa dinyanyikan.

Namun seiring dengan perjalanan waktu, semangat tersebut telah berubah. Lagu dengan tema kritik sosial kurang diminati lagi. Musisi sekaliber Iwan Fals pun harus banting setir. Tak lagi bicara idealisme, namun juga menuruti selera pasar.

Apalagi akhir-akhir ini banyak bermunculan musisi-musisi baru dengan beraneka ragam lagunya, bak cendawan di musim hujan. Namun dari banyaknya lagu tersebut, tidak ada lagu yang bermuatan kritik sosial. Musisi baru tersebut tetap mengikuti selera pasar. Seperti halnya lagu cinta tetap menjadi selera pasar sampai dewasa ini.

Padahal, dari dulu sampai sekarang, ketimpangan sosial tak kunjung usai. Lagu iwan Fals berjudul “Galang Rambu Anarkhi” yang bercerita tentang kenaikan harga BBM yang berimbas pada rendahnya daya beli masyarakat, masih relevan hingga kini.

Idealisme dan pasar ibarat dua sisi mata uang, sehingga memadukan keduanya juga tak mudah dilakukan. Apalagi saat ini industri musik tak cukup memberi ruang para musisi yang masih setia mengusung tema kritik sosial dalam lagunya.

Idealnya tidak hanya tak hanya seledar ekspresi diri untuk menghibur, tetapi juga sebagai kritik sosial dan mencerahkan, lebih bagus lagi kalau berani menyuarakan penderitaan rakyat. Sayangnya, realitas pasar mengalahkan segala-galanya.

Read More......

Ratapan Pasar Ngaliyan


Keberadaan supermarket yang semakin banyak bertebaran di wilayah kecamatan Ngaliyan, semakin mendesak para pedagang lokal. Pasar tradisional nyaris terpinggirkan, Apalagi citra kumuh melekat padanya.

Sampah itu tampak berceceran diantara lorong yang memisahkan antara satu kios dengan kios lainnya, bau yang menyengat. Saluran got tidak mengalir, air melebar ke permukaan lantai pasar. Atap-atap pasar bocor, menjadi pemandangan sehari-hari di pasar ngaliyan. Ketika AMANAT berjalan–berjalan di sekitar pasar tersebut. Hanya tampak beberapa pembeli. Di bagian los pakaian hanya ada beberapa penjual yang menantikan kehadiran seorang pembeli.

Begitu juga yang tampak di pasar Jrakah, terlihat di bagian depan pasar, lima kios tutup sejak satu bulan yang lalu, dan ironisnya beberapa waktu yang lalu 85 los Pasar Jrakah dilalap si jago merah (terbakar) akibat saluran listrik yang konslet. Dan kini keberadaan dan keberlangsungan jual beli di pasar Jrakah di pindahkan di depan pasar atau tepatnya yang semula di jadikan tempat parkir.
Jauh-jauh sebelum peristiwa itu terjadi sebenarnya ada banyak beberapa kios yang nampak terbuka juga sepi pengunjung dan pembeli, kondisi lantai becek akibat hujan, kondisi atap pun juga banyak yang roboh sehingga kalau ada hujan turun air pun bocor ke dalam pasar.

Pasar tradisional, selama ini menjadi salah satu tulang punggung masyarakat kecil dalam berdagang. Tak terkecuali pasar-pasar yang ada di lingkungan kecamatan Ngaliyan Semarang.

Mengapa pasar itu di sebut pasar tradisional. Menurut Pudjo Koeswhoro Juliarso, Ir. MSA. Seorang peneliti pasar tradisional, Forum HABITAT (forBIT) Regional Jateng, karena “memiliki pola transaksi jual beli melalui proses tawar-menawar antara pedagang dan pembeli secara sederhana, biasanya di lakukan oleh masyarakat sekitar lokasi secara turun temurun,” jelasnya.

Menurut Pudjo, secara kultural pasar tradisional sebagai “media ruang interaksi” sosial budaya, media pertemuan lapisan masyarakat dengan para pedagang sayur-sayuran, rempah-rempah dan kebutuhan sembako lain yang di sediakan. “Semua ini bisa di peroleh dengan harga eceran yang mudah di peroleh oleh ibu rumah tangga,” imbuhnya. Dia menambahkan bahwa pasar tradisional tidak semata-mata sebagai fungsi pelayanan ekonomi tetapi sebagai tempat komunal kehidupan sosial budaya masyarakat.
Di lingkungan kecamatan Ngaliyan, menurut catatan pemerintah kota Semarang, terdapat 2 pasar tradisional. Pasar itu terdiri dari pasar Jrakah yang berada tepat di timur kampus I IAIN Walisongo Semarang. Selain itu, sebuah pasar di samping kantor Kecamatan Ngaliyan yang sudah terkena pelebaran jalan.

Kehadiran Pasar Modern
Namun kini keberadaan dan romantisme pasar-pasar tersebut terusik dengan kehadiran pasar-pasar modern atau pasar swalayan yang semakin bertebaran di sekitar Ngaliyan. Yaitu, kalau menurut KUKM (Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah) pasar modern adalah Pasar yang dilengkapi dengan bentuk bangunan fisik yang megah, fasilitas berbelanja yang lengkap, serta suasana yang aman dan nyaman. Barang-barang yang diperdagangkan bervariasi, bermutu baik dengan harga bersaing.

Namun, ada juga barang-barang tertentu yang dijual murah, dalam waktu tertentu untuk mengatasi persaingan yang cukup ketat. Harga barang di pasar modern relatif tinggi antara lain disebabkan oleh biaya investasi yang cukup besar untuk sewa atau pemilikan tempat usaha. Para pedagangnya sebagian besar terdiri dari pedagang golongan menengah ke atas dengan cara berdagang yang sangat profesional. Pasar modern biasanya dilengkapi dengan sarana hiburan seperti bioskop, mainan anak-anak, dan restoran, yang merupakan daya tarik tersendiri untuk merangsang kedatangan para pengunjung atau pembeli potensial.

Berawal dari Sarinah departement store yang berada di antara kampus II dan III IAIN Walisongo, kini di susul dengan kehadiran Swalayan Aneka jaya menghadap ke barat bertempat di KM. 1 arah Boja -Kendal. Selain itu di depan SMP 16, menghadap ke timur juga berdiri mini market Indomaret. Di selatan pasar Ngaliyan berjarak 100 meter, menghadap ke timur juga tampak berdiri ONO Swalayan dengan 3 lantai.

Kehadiran beberapa swalayan tersebut, sangat berpengaruh pada perkembangan dan keberadaan pasar tradisional. Pasar tradisional semakin sepi, Masyarakat sekitar cenderung memilih pasar modern dari pada pasar tradisional. Seperti halnya Bambang Riyanto (23) warga Margoyoso Ngaliyan, dia lebih suka membeli peralatan hidupnya di hypermarket. “Suasana lebih bersih, praktis, serta cukup efisien,” ujar Riyanto.
Masih menurut Riyanto, selain pasar modern itu bersih juga tidak perlu tawar-menawar seperti di pasar tradisional. “Selain itu kemasannya dagangannya juga cukup memikat dan menarik,” imbuh Riyanto.

Hal senada juga di ungkapkan oleh Sriyani warga Ngaliyan Semarang. “Membeli di swalayan tidak perlu tawar menawar, kalau mau ya di ambil kalau tidak mau ya sudah,” ujarnya. Menurut Sriyani membeli barang di pasar swalayan kebih nyaman dan menyenangkan karena barangnya bagus-bagus.

Keluhan pun datang dari para pedagang pasar tradisional atas kehadiran beberapa pasar modern. Seperti keluhan Ningsih, penjual buah-buahan, asli Ngaliyan. “Keadaan pasar terasa sepi, Cuma slentar-slentir orang dan segelintir orang yang membeli,” keluhnya.
Menurut Ningsih, kondisi di pasar Ngaliyan sejak didirikannya pasar-pasar modern terasa sangat berbeda dari yang sebelumnya. “Memang ada pengaruhnya sejak ada pasar modern, akan tetapi mengenai pasar buah tidak begitu ngaruh, karena paling-paling mereka membeli di pasar modern adalah mengenai kosmetik,” imbuh Ningsih.
Sama halnya dengan Bukhori, penjual pakaian dan aksesoris dari Tasikmalaya yang selalu mangkal di pasar Jrakah. Menurutnya, kondisi pasar semakin sepi, lantaran didirikannya beberapa supermarket di kawasan Ngaliyan. Pembeli semakin berkurang dari sektor manapun. “Para penjual lari menjadi buruh pabrik, akibat sepinya perdagangan,” keluh Bukhori.
Masih Bukhori, menurutnya orang yang mau belanja di pasar Jrakah hanya orang-orang yang usianya tua, jarang sekali remaja yang mau menginjakkan kakinya untuk berbelanja di pasar Jrakah. “Apalagi para remaja, jarang yang mau membeli di pasar tradisional karena mungkin kondisi kotor, bau busuk sangat berbeda bila di bandingkan dengan pasar modern,” imbuhnya.

Tergusur Jalan
Sudah jatuh tertimpa tangga. Begitu nasib para pedagang di sekitar pasar Ngaliyan setelah keberadaannya terusik dengan munculnya beberapa hypermarket. Kini luka lara itu di tambah dengan program pelebaran jalan oleh Pemerintah Kota di sepanjang Jrakah-Mijen. Beberapa bagian kios pasar akan tergusur dengan adanya program tersebut.
Menurut Iswar Aminudin Kepala Bagian Jalan dan Jembatan DPU Kota Semarang, tahun ini rencana pembangunan pelebaran jalan di kawasan Ngaliyan dengan panjang 1,2 km dan lebar 26 meter. Yaitu sepanjang kampus 2 IAIN Walisongo sampai Depan Kantor Kecamatan Ngaliyan Semarang. “Sementara kelanjutanya di lanjutkan tahun depan sambil nyari-nyari dana untuk itu,” ucapnya.
Parjo (34) penjual makanan ringan di Pasar Ngaliyan merasa resah karena adanya program pelebaran jalan. “Warung ini akan segera tergusur sesegera mungkin,” keluh Parjo warga Ngaliyan ini.
Sementara menurut Sri Lestari penjual telepon seluler yang kiosnya bertempat di los Pasar Ngaliyan bagian depan dekat dengan jalan raya, akan di ganti dan di bangunkan di samping Puskesmas Ngaliyan.
Sri pun pantas khawatir dan tak nyaman. Lantaran tempat barunya nanti tidak akan seramai seperti saat sekarang. “Saya takut kalau tempatnya jauh dari keramaian pembeli,” keluhnya.
Berbeda dengan Ngatinem, wanita setengah baya penjual warung makan di depan pasar Ngaliyan merasa lega karena warungnya tak jadi di gusur. Pasalnya, pelebaran yang semula 5 meter menjadi 2 meter. “Saya merasa lega masih bisa berjualan di sini,” tandasnya sembari tersenyum.

Masih Mencari Tempat
Bersamaan dengan penggusuran beberapa bagian kios pasar, akan di ganti dengan tempat yang lain yang sewajarnya. “Tapi saat ini baru kita pikirkan untuk mencari tempat pasar yang baru dengan sewajarnya,” kata Slamet Pegawai Bagian Pasar dari Dinas Pasar Kota Madya Semarang.
Pasalnya, pelebaran jalan itu sampai sekarang belum sampai di depan Pasar Ngaliyan sehingga alokasi pemindahan pasar (kios) yang terkena pelebaran jalan baru di pikirkan jadi belum ada tempat yang pasti untuk tempat yang baru karena mengingat pelebaran jalan di depan Pasar Ngaliyan belum terlaksana. “Sambil mencari-cari dana untuk membangun pasar baru itu,” imbuh Slamet.
Akan tetapi keluhan dari beberapa penjual itu di bantah oleh Bambang Purnomo, SE Kepala Sub Bidang Perdagangan Kota Madya Semarang. Anggapan dari pemerintah bahwa dengan berdirinya pasar modern khususnya di daerah Ngaliyan banyak mendatangkan keuntungan bagi masyarakat. Kalau dulu ada pameo bahwa kedatangan pasar modern akan mematikan eksistensi pasar tradisional ternyata tidak. “Semua tergantung pada segment dan kebutuhan masyarakat,” ungkap Bambang
Menurut Bambang yang harus di lakukan antara penjual, pemerintah, dan masyarakat adalah adanya persatuan (integreted) antara satu dengan yang lainnya untuk berupaya sama-sama memikirkan dan mendukung adanya keberadaan baik itu pasar tradisional maupun pasar modern.
Karena bagaimana pun juga, pasar modern akan semakin tumbuh dari tahun ke tahun. Sebab mengenai izin pendirian pasar modern tergantung pada pemerintah kota mengizinkan atau tidak. Sekarang tidak ada yang mengatur bahwa kalau pasar modern itu harus didirikan di kota, kalau sebelum otonomi daerah itu ada. “Dengan dalih demi pemerataan ekonomi masyarakat,” imbuh Bambang. (Amin Fauzi) Amanat Edisi 106

Read More......

Mahasiwa Hanya Penonton!


Pelibatan mahasiswa dalam Pilderek tak ubahnya hanya sandiwara. Karena suara senatlah yang paling menentukan.
Tahun 2003, masing-masing Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) memperoleh Statuta dari Menteri Agama (Menag) RI. Jilidan tebal tampak rapi itu berisi bab per bab, pasal per pasal, item demi item tentang kejelasan hukum atau anggaran dasar ke mana PTAI akan dibawa.
Setelah diteliti dan diverifikasi oleh masing-masing PTAI, statuta bernomor 59 itu menjadi pijakan dalam mengelola PTAI. Statuta yang disahkan pada 25 Februari 2003 oleh Prof DR Said Aqil al-Munawar MA, mengatur semua hal baik hak maupun kewajiban pemegang otoritas di Perguruan Tinggi Islam (PTAI) di seluruh Indonesia.
Salah satu bab dari statuta itu mengatur tentang pemilihan pimpinan PTAI. Berbeda dengan statuta sebelumnya, statuta baru ini dipandang lebih terbuka dan demokratis. Dalam statuta lama, pimpinan PTAI dipilih oleh senat yang bersangkutan. Sedang dalam statuta baru, semua civitas akademika dilibatkan termasuk mahasiswa, meski berbeda satu sama lain di masing-masing PTAI.
Di IAIN Walisongo, senat memutuskan bahwa tata cara pemilihan rektor dan dekan tertuang dalam Bab III Pasal 7. Pasal tersebut menjelaskan, pemilihan rektor dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap I untuk menjaring bakal calon rektor dan tahap II memilih calon rektor.
Tahap I dilaksanakan untuk menjaring bakal calon rektor yang diikuti oleh dosen tetap, mahasiswa program S-1 semester lima ke atas, mahasiswa program pascasarjana semester tiga ke atas dan mahasiswa diploma semester tiga ke atas, yang secara kumulatif, terdaftar pada semester di mana pelaksanaan pemilihan tahap I dilakukan. Suara seluruh dosen dan suara mahasiswa diberi bobot proporsi yang sama, yaitu 50:50 persen.
Sementara tahap II prosesi pemilihan rektor, diikuti oleh seluruh dosen tetap, wakil mahasiswa (BEMI & DPMI) dan seorang wakil karyawan. Pemilihan tahap II tidak dilaksanakan apabila dalam pemilihan tahap I terdapat bakal calon yang memperoleh suara lebih dari separuh bobot proporsi suara dosen dan atau lebih dari separuh suara kumulatif.
Aturan di atas, jelas berbeda dengan aturan sebelumnya (2002) yang tidak melibatkan mahasiswa sama sekali. Prosesi pemilihan hanya dipilih lewat representasi senat yang hanya terdiri dari beberapa gelintir orang

Meski dalam statuta dinyatakan pelibatan karyawan dan mahasiswa dalam Pilderek, namun masih sangat diskriminatif dan setengah hati. tidak semua mahasiswa dilibatkan. Hanya mereka yang semester lima ke atas saja diikutkan dalam prosesi Pilderek tersebut.
Mengapa mahasiswa semester lima ke atas? “Karena mereka paling tidak sudah mengerti peta perpolitikan kampus,” ujar Pembantu Rektor I, Prof Dr Ibnu Hajar M.Ed.
Kesan diskriminatif itu semakin kentara dengan munculnya Surat Edaran (SE) No. Dj.II/PP.10.9/482/2006 yang dikeularkan Departemen Agama RI mengenai revisi statuta yang dikirimkan ke seluruh PTAI se-Indonesia pada 13 Juni 2006.
Tiga helai surat revisi statuta yang di tandatangani oleh H Jahja Umar, Ph.D selaku Direktur Jendral BAGAIS tersebut terdiri dari 14 perubahan item. Salah satu item dalam SE tersebut membahas peran mahasiswa kaitannya dengan prosesi pemilihan pimpinan perguruan tinggi.
Ada salah satu item yang dianggap mempengaruhi peran mahasiswa yaitu Item No 8; “Mahasiswa sebagai pihak yang menuntut dan mengkaji ilmu di perguruan tinggi bukan merupakan komponen yang dilibatkan dan dimobilisasi secara langsung dan formal dalam proses penentuan pimpinan perguruan tinggi agama Islam”.
Revisi dalam item tersebut menafikan keterlibatan mahasiswa dalam Pilderek. Mahasiswa dikembalikan pada tugas asalnya yaitu menuntut dan mengkaji ilmu di PT tersebut.
Presiden BEMI Fauzun Nihayah menilai Surat Edaran itu sangat memojokan mahasiswa. “Mahasiswa diciptakan seperti halnya tahun 1970-an yang hanya bertugas menuntut dan menimba ilmu tanpa ikut andil dalam menentukan kebijakan,” katanya geram.
Ia menambahkan, SE itu juga masih membingungkan dan tidak tegas. Sebab masih ada benturan-benturan antarpoin. “Poin 8 menyatakan mahasiswa tidak dilibatkan. Tetapi di point lain, pemilihan dilakukan oleh civitas akademika. Otomatis mahasiswa ikut di dalamnya,” katanya.
Hadiq, salah satu dari Menteri BEMI juga merasakan hal yang sama dengan Fauzun. “Mahasiswa seharusnya dilibatkan dalam pilderek. eh, ini malah tidak diberi kesempatan sama sekali seperti ini,” keluhnya.

Beda Pelaksanaan
Meskipun statuta yang ditetapkan oleh Depag RI itu sama, namun aturan dan pelaksanaanya di masing-masing PT berbeda-beda. Pelaksanaan pemilihan Ketua STAIN Kudus, misalnya. Setelah suara mahasiswa dan dosen dikalkulasi, kemudian diserahkan kepada senat. Senat lalu melaporkan ke Departemen Pendidikan Tinggi Agama Islam (DIKTI). DIKTI inilah yang memutuskan siapa yang terpilih secara sah.
Di STAIN Kudus, Masyharuddin terpilih sebagai Ketua menggantikan seniornya Prof. Dr. Muslim A. Kadir, MA. Padahal arus bawah, mahasiswa, tidak mengehendaki Masyhar.
“Sebenarnya, wahana pemilihan langsung untuk rektor di kampus tidak berpengaruh sama sekali. Mahasiswa hanya dijadikan lipstick dalam pesta besar itu. Meski mahasiswa diibatkan, toh pada akhirnya senat lah yang memutuskan,” ujar Hamdan, mahasiswa STAIN Kudus 2003.
Lain Kudus lain Salatiga. STAIN Salatiga, pada Pilket (pemilihan Ketua) yang telah digelar 29 November 2005 dan 10 Desember 2005 kemarin, setelah sebelumnya dipilih senat, kini untuk pertama kalinya dipilih oleh dosen tetap. Namun sebelum itu, mahasiswa dilibatkan dalam proses penjaringan bakal calon ketua.
Di sana, ada 14 nama bakal calon yang akan diambil maksimal 6 besar dan minimal 3 besar, yang akan bertarung dalam Pilket periode 2006-2010. Pemilihan dilakukan dalam 2 tahap. Penjaringan bakal calon melibatkan mahasiswa semester 3 ke atas, karyawan dan dosen. Sedang dalam pemilihan calon, hanya dosen tetap dan 2 perwakilan mahasiswa yang memilih.
Menurut salah satu mahasiswa STAIN Salatiga, Harun, Pilket dipandang tidak aspiratif. “Mahasiswa hanya dijadikan kambing hitam, karena tidak dilibatkan secara keseluruhan.”
Di IAIN Sunan Ampel, Pemilihan Rektor (Pilrek) periode 2004-2008 dilakukan secara langsung oleh civitas akademika. Sejak awal Februari 2004, tata cara Pilrek sudah disosialisasikan dan mendapat tanggapan positif dari segenap civitas akademika.
Ada 3 tahapan pemilihan yang dilalui. Yaitu proses penjaringan bakal calon rektor (24/3/2004), penetapatan calon rektor (31/4/2004) dan puncaknya adalah pemilihan rektor itu sendiri (28/4/2004). Sebelumnya, masing-masing calon rektor harus menyampaikan visi misi dan program kerja di hadapan senat insitut dan sivitas akademika.
Mahasiswa semester satu hingga lima tidak dilibatkan dalam pemilihan, karerna dianggap belum memenuhi persyaratan. Mahasiswa semester lima ke atas yang diikutkan.

Aturan yang sama berlaku di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pilderek di sana melibatkan dosen, mahasiswa dan karyawan. Sistem pemilihan balon rektor dilakukan melalui tiga tahap, yakni penjaringan, penetapan dan pemilihan calon.
Persyaratan umum calon berusia setinggi-tingginya 61 tahun dan serendah-rendahnya menduduki jabatan fungsional Lektor Kepala. Bersedia dicalonkan menjadi rektor yang dinyatakan secara tertulis, tidak sedang menduduki jabatan rektor periode kedua berturut-turut. Dan secara khusus, calon harus berpendidikan S3.
Selanjutnya adalah proses penjaringan. Panitia Peilihan Rektor (PPR) memilih sekurang-kurangnya tiga orang calon, yang kemudian diajukan ke Senat Institut untuk dilakukan pemilihan lalu diserahkan ke menteri agama untuk diusulkan kepada presiden dan ditetapkan sebagai rektor.
Hampir sama sebenarnya pola pemilihan yang ada di setiap PTAI. Hanya perbedaan – perbedaan kecil yang tidak berarti yang mengemuka di setiap PTAI. Ini tentu karena perbedaan pengelolaan PTAI yang berbeda satu sama lain.
Suara Senat Suara “Tuhan”
Meski banyak perguruan tinggi sudah melibatkan mahasiswanya dalam Pilderek, apapun yang terjadi keputusan mahasiswa, namun toh pada akhirnya keputusan ada di tangan senat. Senatlah yang punya otoritas penuh.
Bahkan ada juga perguruan tinggi yang tidak melibatkan sama sekali mahasiswanya. Terutama sekali perguruan tinggi umum di bawah Diknas (Departemen Pendidikan Nasional) seperti halnya UNDIP dan UNNES Semarang yang baru saja melakukan Pilderek tahun ini.
UNNES, baru saja melakukan Pilderek pada April 2006 lalu. Mekanisme Pilderek diawali dengan rapat senat. Senat membuat tim khusus pelaksanaan Pilderek yang terdiri dari senat, BEM universitas, BEM fakultas dan DPM. Tim tersebut kemudian membuat regulasi atau Juklak Pilderek. Sementara panitia pelaksanaan Pilderek terdiri dari anggota senat, BEM dan UKM. Sedang yang mempunyai suara untuk memilih hanya anggota senat.
Hamdan, Pemimpin redaksi KOMPAS Mahasiswa UNNES menyesalkan mahasiswa tidak dilibatkan dalam Pilderek. “ Debat kandidat pun mahasiswa tidak dilibatkan. Kecuali ketika secara informal BEM Univesitas dan BP2M mengadakan debat kandidat rektor secara independen”.
Nasib Pilerek di UNDIP tak jauh berbeda dengan UNNES. Mahasiwa sama tidak dilibatkan. Namun agaknya dibanding UNNES, UNDIP lebih mendingan karena debat kandidat calon rektor di adakan secara terbuka. Semua civitas termasuk mahasiswa boleh ikut. Tapi, “Lagi-lagi dalam Pilderek, senat lah yang menentukan,” ujarnya kecewa. *** AMIN FAUZI, Skm Amanat Edisi 107

Read More......

Selasa, Juli 10, 2007

SEDEKAH BUMI DAN PEMANASAN GLOBAL

Tradisi dan budaya seperti sedekah bumi yang di laksankana oleh masayarakat pesedaaan sebelum memanen tanaman sebenarnya bukan hanya sebuah adat, rutinitas ataupun sesembahan tanpa makna, akan tetapi punya nilai filosofi yang sangat agung bagi ekologi kehidupan. Upacara sebelum menabang pohon ini yang di lengkapi piranti-pirantunya pun bukan hanya sekedar pelengkap upacara akan tetapi mempunyai lebih akan nilai-nilai. Sebuah nilai dalam rangka mempertahankan atau melestarikan alam ini.

Mengingat akhir-akhir ini banyak bencana menghinggap di bumi Indonesia ini seperti banjir melanda, cuaca di Indonesia panasnya kian menggila, bukan semata sebuah takdir alam, akan tetapi itu semua juga dikarenakan oleh ulah manusia yang bertangan jahil dan punya pikiran pendek. Salah satunya adalah penebangan pohon yang semena-mena tanpa mengikuti aturan yang berlaku yang sering disebut dengan illegal logging . Mereka bisa menebang tapi tak mampu untuk menanam. Akibatnya pun jelas. Banjir, gempa, kebakaran hutan, yang pada akhir-akhirnya alam ini rusak.

Manusia telah kehilangan nilai spiritualnya. Manusia sekarang hanya korup yang terdogma entah dimana rasa saling meyayangi sesama makhluk tuhan, entah sesaman manusia, hewen ataupun tumbuhan. Kini kian hari kian sirna.

Pada saat musim kemarau panas matahari sangat menyayat kepala, kebakaran mudah dimana-mana. Area untuk berteduh selit ditemukan, tumbuhan dan pepohonan yang senarnya di tanam oleh nenek moyang kita dahulu kini berganti gedung-gedung pencakar langit dan tanah lapang tanpa hiasan dedaunan.

Yah. Sebanarnya orang-orang dahulu punya cara dan budaya yang sangat luhur bagaimana menghargai makhluk tuhan termasuk tumbuh-tumbuhan dan pepohonan. Cara ini di lakukan agar bumi ini senantiasa subur oleh kehijauan pohon agar tidak terjadi bajir dan sebgainya. Dan nilai itulah yang sebenarnya saat ini mulai di hanguskan oleh masyarakat sekarang ini.

Read More......

Jumat, Juni 29, 2007

love

One of man's responsibility is Love



Read More......

Kamis, Juni 21, 2007

wejangan


"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian"
-- Pramoedya Ananta Toer

"Journalism is the closest thing I have to a religion because I believe deeply in the role and responsibility the journalists have to the people of a self-governing community"
-- Bill Kovach



Read More......

Rabu, Juni 20, 2007

Reading Habit


We often hear idiom that “book is window of the world”, “be accustom to giving book as a present”, and the other. There are many idioms which have meaning that we suggested to reading any more.

As we know that reading is very important in our life, because there are many advantages that we have pick it up. And also writing, there are many critics delivered by writing. He was across space, time and also nations in this world.

Like Ibnu Rusyd and al-Ghozali debated, we are never luxury if this idea never published in this world by writing. To write one idea we have to read any more, reading of text or reading in the reality. Because reading is one process of thinking space, how to support our mind and to think any more.

Reading and writing activities are characteristics of modern society in the real meaning. The society who have critics thinking, it is not basic of myth. In advance nations reading habit have been culture. For example Japan. In Japan there is a movement namely 20 Minutes Reading of Mother and Child. This movement is suggested to a mother to read for their child, a book who is borrowed from public or school library during 20 minute before their child go sleep.


If we visit this country, we will look somebody in every where, for example in bus, stopping place for public vehicles, garden and in public place, they read book and newspaper.

Taufiq Ismail research about Indonesian people who have study abroad (America, Europe, Australia), during one weeks, the average, they read one book. They also must write them comment from that book. How about Indonesian?

Ironically, this habit it doesn’t happen in Indonesia, activity of reading, writing just possessed by somebody, but does not become a culture here.

Physically, we can say that Indonesia is modern society, many products from advance country very is easy to find here, like building style, car, fashion until the kind of food. Only used a television program and advertising, that product and service become a consumption every day. However, all products from advance country doesn’t be imitated by Indonesian society, reading and writing habit doesn’t become a culture here.

Therefore, it’s not wrong if UNDP survey in 2003 was clarify about Indonesian achievement. The result fr0m this survey about reading society interest in this world has position number 39 from 41 country.

There are many reasons Indonesian society weakness in a reading and writing interest. Firstly, Indonesian society still stick with an oral culture, not literary culture with the result that society more accept knowledge from watching and hearing. It doesn’t come from reading and writing.

Whereas, watching sometimes make a passive thinking just accept and imitate. In a long time, power of imaginary will weak slowly and the new ideas difficult to improve. It is not wrong if accessory from the other country so easy to be wear in Indonesian society, and serious condition that the television material is more uneducated and full with gossip thing.

This condition return with a literary culture. Literary people base them knowledge with reading and writing. This process can make abstract thinking, we can see the phenomenon in every sides, not only surface side but also the sustentions. Because reading can open perception thinking, stimulate imagination.

Secondly, Indonesian society decrease of effort to buy books and magazines. Our society is more pleasure to buy accessories than the books, They often visit in shopping center than library or book store. On the other hand, development system in this country it is not balance between mall and book store or library also can influence reading energy of society.

Whereas, actually in holy book, every religion suggests to read anymore. For example Islam religion in Al-Qur’an, the first revelation goes down this world command to reading.

As we know that “knowledge is theoretic paradigm, what should be done and why, Skills is how to do it and curiosity is motivation, “curiosity to do it”. in order to success become a habit in our life, we must get that component. Amin Fauzi





Read More......

We Need Good Law, Than Pancasila

Historically, Pancasila as long as we understand as a basic of nation and unity in diversity which is having magic and divine power so that we can’t disturb it.

Existence of Pancasila since was born, as if become an absolute respectable. Moreover, at the Orde Baru government, the person who is assumed anti Pancasila, can be catch and entered it in the prison.

So, can’t Pancasila give a power for this nation? Whereas, the reality sometimes Pancasila is used as a tool of politics in authority to do and legalize for a self-interest.

Actually, if we look reality in this nation, basic nation is not so important for us, but we more need a good law. Because law is arrange society. Because Pancasila is just philosophy of life. Philosophy can appear a dispute and new conflict.

Therefore, in the advance country there is no basic nation but there is a law. For example in Australia, basic nation is nothing but there is a clear law like KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) in Indonesia, the function arranges how to make relation between one person and the other so that it become a peaceful.

For example like first sila, the belief for God Almighty. If only there is somebody said that not belief for god almighty or may be atheist. Can’t they become Indonesian citizen? That is a problem.

If somebody doesn’t belief to god, it is not nation business but private right. We have religion or not as long as we never tricking, killing for somebody else, it does not make a sense. There is no Pancasila, it doesn’t matter. Sometimes people are killing each other because of philosophy fighting about Pancasila interpretation. Although Pancasila ever has role for unity in diversity on Indonesian history, Ideality unity has to arranged in law because law is more important than Pancasila.

When Orde Baru government, Pancasila used to fight PKI (Partai Komunis Indonesia), according to them that PKI is anti Pancasila. Yet, Pancasila used to be a tool of politics in authority to do and legalize for self-interest.

Historically, because Indonesian people like symbol, may be Soekarno creates Pancasila to give symbol. Symbol needs to make unity this nation and symbol of struggle. But now, the more important thing is practice, it means clear of law.

Principally, if somebody has good characteristic, certainly he also will have good attitude although without Pancasila. Actually, the important thing is law, which is scope all of every life aspect human being. Because Pancasila just philosophy of life. Pancasila it’s good, but don’t forget that law is more important. Because it arranges a journey in the society.

Pancasila without UUD (Undang-Undang Dasar) doesn’t meaning. On the contrary, UUD without Pancasila is doesn’t matter. UU is more important than Pancasila. More better between Pancasila and UUD complete each other. But if we make rational and practice, actually there is Pancasila or nothing it is no problem. Because UU is more important than the others. Because Pancasila is symboling it doesn’t consequence that law is more significant. Amin Fauzi





Read More......

Minggu, Juni 17, 2007

A pioneer for Today and Tomorrow

Thomas A Edison mengajari kita untuk tidak menyerah saat menmukan lampu bolam.

Albert Einstein mengari kita untuk merevolusi cara berpikir ketika menciptakan teori relativitas

Wright bersaudara mengajari kita akan pentingnya ide besar kala membangun pesawat terbang pertama.

Dan Blog ini juga melanjutkan semangat mereka dengan menjadi pioneer spionase intelektual di hadapan anda.

Selamat bertarung…..!



Read More......

Jumat, Juni 15, 2007

Keep Smile

Senyum itu gratis, tapi ia memberi banyak makna

Senyum itu memperkaya bagi yang menerima, namun tidak akan mempermiskin bagi yang memberi

Senyum itu hanya sejenak saja, tapi memberi kenangan untuk selamanya

Senyum menciptakan suasana kegembiraan dalam rumah, keceriaan dalam kerja. Senyum adalah tanda persahabatan

Senyum itu tidak dapat dibeli, dipinjam, dicuri, karena senyum itu tidak ada nilainya sebelum ia diberikan kepada orang lain

Read More......

Kamis, Juni 07, 2007

Studi hukum Kritis


Tidak ada sesuatu yang bebas nilai ataupun kepentingan di dunia, meskipun itu hukum. Hukum adalah politis semua aturan yang terkandung di dalamnya syarat akan kepentingan. Baik kepentingan pribadi maupun kepentingan golongan.

Sampai saat ini hukum belum yang ada di Indonesia belum bias memberikan jawaban yang sangat memuaskan kepada pencari keadilan, semuanya memihak, “siapa yang kuat maka dialah yang menang” nilai yuridis, filosofis, sosiologis itu hanya pada tataran wacana saja. Namun pada prakteknya nilai itu jauh dari harapan.

Ya. Berawal dari kegelisahan ini, Roberto Unger lewat gerakan Critical Legal Studies yang terpublikasikan lewat buku ini memberikan banyak konsep mengenai bagaimana mengkritisi konsep-konsep hukum yang ada di dunia ini, yang sifatnya doctrinal dan dogmatis yang dulunya mulai di jangkitkan di bangku sekolah maupun kuliah. Lewat buku ini Unger mencoba menawarkan hal baru yang bernama studi hukum kritis.





Read More......

Rabu, Mei 30, 2007

Valentine


Hal yang tidak pernah aku lupakan dan menyenangkan dalam hidupku adalah saat malam tanggal 14 Februari 2007 kemarin, tepatnya malam valentine. Dalam sebuah lingkaran forum besar penerima beasiswa Djarum se-indonesia Bertampat di tengah-tengah kolam dalam suasana remang-remang lilin diiringi dengan melodi musik yang melankolis yang letaknya kampong laut maerokoco.
Sebuah game dengan bertemakan cinta. Seorang pembawa acara membawa dua batang mawar merah, kemudian 2 mawat tersebut di acak untuk dikasih kan 2 orang yang berlawan jenis. Kebetulan satu mawar yang menerima saya dan yang satu adalah cewek dari ITS Surabaya.
Kemudian kami berdua suruh berdiri dan berkenalan ditengah-tengah lingkaran forum tersebut. Mulai dari situlah nuansa emosional, romantis dan menyenagkan mulai tertanam. Kita disuruh mengungkapkan perasaan cinta, sayang sambil saling menukar bunga mawar tersebut. kemudian berhadap-hadapan, berpegngan tangan kemudian kami berdansa diringi lagu melankolis, layaknya sepasang merpati yang memadu cinta di malam itu. Semua orang yang ada disitu memberikan tepuk tangan dan nampak tertegun dan takjub akan romantismenya kami berdua.
Usai acara itu kita makan semeja, dan ngobrol panjang dan berlanjut sampai kafe hotel. Berawal dari moment itu banyak sapaan untuk saya. Dan kayaknya kami berdua menjadi populis dimalam itu

Read More......

Pelatihan Blog ala Beswan

Read More......

Selasa, Mei 29, 2007

reborn


hari ini aku seneng banget setelah blogku sulit di aktifin kini lahir kembali bisa, membawa pencerahan dan jalan baruku untuk menorehkan jalan pikirku. huuh seneng dehh. serasa seperti lahir kembali dari kematian panjang kemudian menghirup udara pegunungan. huh apakah ini yang di namakan kepuasan. ya kepuasan tidak hanya berarti materi tetapi perasaan. itulah sejatinya hidup.

Read More......

Selasa, Januari 23, 2007

seni

Read More......

Minggu, Januari 21, 2007

PENCURIAN BERKEDOK PERATURAN PEMERINTAH




Democracy at least at present is the best form of governance but by no means a perfect one. In democracy one has the freedom. When democracy is misunderstood, however and freedom misinterpreted, the result is anarchy” (Mahatir Muhammad, Achieving True Globalization, 2004)

Benar seperti dikatakan Mahatir Muhammad, bahwa ketika demokrasi salah dipahami, dan kebebasan disalah tafsirkan maka hasilnya adalah anarkhis. Karena demokrasi dan kebebasan esensinya adalah kesejahteran bagi rakyat, namun saat ini yang terjadi pada bangsa kita terjadi chaos.
Banyaknya demonstrasi dan unjuk rasa berbagai elemen masyarakat mulai dari buruh, petani, guru, bahkan kepala desa akhir-akhir ini bukan hanya akibat reformasi yang "kebablasan". Semua fenomena itu justru lebih disebabkan kecenderungan elite politik yang "kebablasan" karena tidak lagi memiliki kepekaan sosial, tanggung jawab, dan nurani.
Seperti halnya keluarnya Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 2006 tentang kedudukan protokelor dan keuangan kepemimpinan dan anggota DPRD menimbulkan beragam reaksi. Tentu para angota dewan merasa senang karena kesejahteraannya meningkat berlipat-lipat.
Namun bagi masyarakat kebijakan tersebut jelas dirasakan sebagai sesuatu yang kurang patut dan kuirang bijak. Bagaimana mungkin penerintah hanya memikirkan pendapatan anggota DPRD dan kurang kurang mempedulikan kepentingan yang lebih luas terutama alokasi anggaran untuk program yang langsung menyentuh kepentingan rakyat. Beban pengeluaran rutin pun akan semakin menggerogoti anggaran.
Berdasarkan PP 37/2006 tersebut pimpinan dan anggota DPRD akan mendapatkan penghasilan dari minimal 10 sumber seperti uang representasi, tunjangan keluarga, tunjangan beras, tunjangan keluarga, tujangan jabtan dan sebagainya. Berdasarkan peraturan itu pula penghasilan masih ditambah dengan tunjangan komunikasi intensif buat semua anggota dan dana operasional bagi pimpinan. Selain itu pimpinan dan anggota DPRD sera keluarga juga masih memperoleh tunjangan kesehatan, perumahan, kendaraan dinas dan masih banyak lagi. Bahkan untuk tunjangan komunikasi intensif terhitung mulai 1 Januari 2006.
Betapa rakusnya anggota dewan kita, para wakil rakyat benar-benar menerima harta yang melimpah dari uang rakyat, di saat rakyat menuai badai kepedihan dan penderitaan. Mulai dari kemiskinan, pengangguran, bencana alam di Yogyakarta yang belum pulih pembangunannya, Lumpur panas di Sidoarjo, Banjir yang melanda di berbagai daerah, harga pangan semakin mahal, sampai ngomong persoalan gaji guru yang sangat memprihatinkan.
Akan tetapi anggota dewan menutup mata dengan semua persoalan kerakyatan tersebut. Di tengah kondisi semakin minimnya anggaran, pembayaran rapelan mundur setahun membuat seorang anggota DPRD menerima uang ratusan juta rupiah. Kabarnya ada seorang ketua DPRD yang menerima samapi Rp 324 juta sedangkan anggota Rp 80 Juta. Dan kalau dihitung secara nasional, meliputi pengeluaran untuk 15 ribu anggota. Maka jumlah anggaran yang disedot mencapai Rp 1,2 trilyun. Ditambah tahun ini menjadi Rp 2,4 trilyun. Itu hanya menyangkut tunjangan komunikasi intensif dan dana operasional belum lainya. Sungguh ironis!
Nampaknya anggota dewan sungguh tak punya hati nurani lagi, amanat yang diberikan rakyat untuk memperjuangkan kepentingan rayat hanya janji belaka, perlakuanya hanya menyengserakan rakyat semata. Dewan yang secara de facto bertugas untuk membuat kebijakan dan membuat undang undang supaya terjadi keteraturan dan kesejahteraan rakyat, namun malah mencuri uang rakyat dengan berkedok peraturan pemerintah dan undang-undang.
Politik memimpin para pejabat kita sekarang adalah hanya berdasarkan kekuasaan untuk memperoleh kesejahteraan pribadi semata. Secara teori idealnya perilaku politik harus seimbang antara politik sebagai kiat dan politik sebagai ilmu. Politik sebagai kiat adalah politik berniatkan kekuasaan untuk memperoleh sesuatu sedangkan politik sebagai ilmu adalah politik untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyat.
Sekarang politik para pejabat kita sudah tidak mengindahkan kedua unsur politik tersebut, peajabat hanya berambisikan politik sebagai kiat hanya untuk memperoleh kekuasaan dan kejayaan pribadi meraka.

Bermental Preman
Di tengah penderitaan rakyat yang tak kunjung berkurang, pemerintah pilihan rakyat mestinya lebih cerdas dalam menentukan pilihan kebijakan. Bukan hanya berpikir menyejahteraan kepentungannaya sendiri tanpa mempedulikan kepentingan rakyat. Orientasi pencapaian keberhasilan makro-ekonomi sudah saatnya diimbangi keseriusan penanganan persoalan riil ekonomi seperti gizi buruk, dan pengangguran.
Secara retorik, pemerintah sering mengemukakan komitmen untuk mengurangi penderitaan rakyat. Namun, dalam realitasnya, pilihan kebijakan hampir selalu "tulalit", dalam arti tidak "nyambung" dengan kebutuhan rakyat, yang nampak hanya kebijakan yang bermentalkan preman.
Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 2006 hanya contoh kecil dari tak adanya kepedulian dan nurani elite kita. Masih banyak contoh yang tidak terungkap dan belum tercium pers. Begitu pula premanisme politik ala DPR, hanya contoh kecil dari lautan premanisme politik dan kesewenang-wenangan kekuasaan yang berpotensi meluluhlantakkan bangunan negeri kita.
Semoga saja Tuhan menyadarkan nurani para elite politik kita untuk kembali kejalan yang benar.

Read More......