Minggu, Juni 22, 2008

Busanamu Itu Lho Nak……!


“Dress is powerfull signifier of historical time, age, gender, class, religious and political orientations”
---- Jean Gelman Taylor


Sejarah pakain adalah sejarah pertemuan, lahir bukan tercipta dari ruang yang hampa, ada benturan-benturan peristiwa terjadi, bongkahan-bongkahan sejarah tercipta. Seperti yang tuturkan Taylor pakaian adalah kekuatan penanda dari sejarah waktu, usia, gender, kelas dan bahkan orientasi politik.

Setiap bangsa, suku punya pakian adat yang memberikan ciri khas dari bangsa tersebut. Dalam pakaian tersebut terdapat karakter kepribadian yang membiaskan dirinya.

Bahkan menurut agama, pakaian tak sebatas tanda, tapi penutup "aurat", di dalamnya diatur organ tubuh yang mana seharusnya ditutup oleh pakaian. Karena bagian yang ditutup terdapat rahasia yang tidak etis jika diperlihatkan oleh semua orang.

Di Jawa sendiri ada adigium "ajinhing raga ono ing busono, ajining ati ana ing lati" bahwa dihargainya sebuah raga karena dikenakan busana yang sopan pula. Dalam arti yang lebih spesifik untuk bisa menghargai diri sendii pakailah busana yang sesuai dengan adat dan norma yang berlakau, seperti yang dikatakan Taylor tadi bahwa pakaian adalah layaknya penanda.

Nilai-nilai itu yang diajarkan baik oleh ajaran agama maupun adat di Indonesia terutama di jawa. Menutup aurat dikala keluar dari rumah adalah suatu keniscayaan, biarpun pakian itu nampak lusuh, meskipun hanya berapa helai yang dipunyai akan tetapi diusahakan yang dipakai adalah pakaian yang kiranya bisa menutup suatu hal yang sakral, dalam artian bisa dinikmati baik mata maupun raba oleh keluarganya sendiri.


Namun seiring dengan berjalannya waktu, sejalan dengan lebih terbukanya ruang, nilai-nilai itu semakin kabur terhempas oleh arus moderenisasi, konsumerisme, hedonisme yang ujung-ujungnya adalah budaya materialisme.

Nilai kesopanan dalam berbusana tidak lagi diperhatikan, cirikhas pakain suatu adat tertentu tidak lagi dikenakan. Orang-orang sekarang terutama generasi muda lebih senang suatu yang simple meskipun tanpa nilai, nilai rasa pakewuh, malu semakin luntur dan yang semakin tumbuh adalah budaya cuek.

Seperti yang nampak di mall-mall, di ruang-ruang publik, banyak perempan-perempuan usia muda berpakain nanggung, berawal dari busana ketat yang memperlihankan bentuk dan struktur tubuh, berlanjut dengan memperlihatkan separuh dada yang terkadang memperlihatkan tali bra, dan terus ke bawah memakai desain pakain yang memperlihatkan batas antara perut dan suatu sacral bagi wanita. Bahkan ada yang lebih lucu lagi, atasnya memakai jilbab tapi bawahnya juga diperlihatkan seperti celengan.
Mereka yang ditiru dan yang dibeli adalah apa yang ada di TV dan yang diperlihatkan di media-media biar nampak keren meskipun melupakan norma-norma. [Amin Fauzi]



Tidak ada komentar: