Rabu, Juli 25, 2007

Ratapan Pasar Ngaliyan


Keberadaan supermarket yang semakin banyak bertebaran di wilayah kecamatan Ngaliyan, semakin mendesak para pedagang lokal. Pasar tradisional nyaris terpinggirkan, Apalagi citra kumuh melekat padanya.

Sampah itu tampak berceceran diantara lorong yang memisahkan antara satu kios dengan kios lainnya, bau yang menyengat. Saluran got tidak mengalir, air melebar ke permukaan lantai pasar. Atap-atap pasar bocor, menjadi pemandangan sehari-hari di pasar ngaliyan. Ketika AMANAT berjalan–berjalan di sekitar pasar tersebut. Hanya tampak beberapa pembeli. Di bagian los pakaian hanya ada beberapa penjual yang menantikan kehadiran seorang pembeli.

Begitu juga yang tampak di pasar Jrakah, terlihat di bagian depan pasar, lima kios tutup sejak satu bulan yang lalu, dan ironisnya beberapa waktu yang lalu 85 los Pasar Jrakah dilalap si jago merah (terbakar) akibat saluran listrik yang konslet. Dan kini keberadaan dan keberlangsungan jual beli di pasar Jrakah di pindahkan di depan pasar atau tepatnya yang semula di jadikan tempat parkir.
Jauh-jauh sebelum peristiwa itu terjadi sebenarnya ada banyak beberapa kios yang nampak terbuka juga sepi pengunjung dan pembeli, kondisi lantai becek akibat hujan, kondisi atap pun juga banyak yang roboh sehingga kalau ada hujan turun air pun bocor ke dalam pasar.

Pasar tradisional, selama ini menjadi salah satu tulang punggung masyarakat kecil dalam berdagang. Tak terkecuali pasar-pasar yang ada di lingkungan kecamatan Ngaliyan Semarang.

Mengapa pasar itu di sebut pasar tradisional. Menurut Pudjo Koeswhoro Juliarso, Ir. MSA. Seorang peneliti pasar tradisional, Forum HABITAT (forBIT) Regional Jateng, karena “memiliki pola transaksi jual beli melalui proses tawar-menawar antara pedagang dan pembeli secara sederhana, biasanya di lakukan oleh masyarakat sekitar lokasi secara turun temurun,” jelasnya.

Menurut Pudjo, secara kultural pasar tradisional sebagai “media ruang interaksi” sosial budaya, media pertemuan lapisan masyarakat dengan para pedagang sayur-sayuran, rempah-rempah dan kebutuhan sembako lain yang di sediakan. “Semua ini bisa di peroleh dengan harga eceran yang mudah di peroleh oleh ibu rumah tangga,” imbuhnya. Dia menambahkan bahwa pasar tradisional tidak semata-mata sebagai fungsi pelayanan ekonomi tetapi sebagai tempat komunal kehidupan sosial budaya masyarakat.
Di lingkungan kecamatan Ngaliyan, menurut catatan pemerintah kota Semarang, terdapat 2 pasar tradisional. Pasar itu terdiri dari pasar Jrakah yang berada tepat di timur kampus I IAIN Walisongo Semarang. Selain itu, sebuah pasar di samping kantor Kecamatan Ngaliyan yang sudah terkena pelebaran jalan.

Kehadiran Pasar Modern
Namun kini keberadaan dan romantisme pasar-pasar tersebut terusik dengan kehadiran pasar-pasar modern atau pasar swalayan yang semakin bertebaran di sekitar Ngaliyan. Yaitu, kalau menurut KUKM (Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah) pasar modern adalah Pasar yang dilengkapi dengan bentuk bangunan fisik yang megah, fasilitas berbelanja yang lengkap, serta suasana yang aman dan nyaman. Barang-barang yang diperdagangkan bervariasi, bermutu baik dengan harga bersaing.

Namun, ada juga barang-barang tertentu yang dijual murah, dalam waktu tertentu untuk mengatasi persaingan yang cukup ketat. Harga barang di pasar modern relatif tinggi antara lain disebabkan oleh biaya investasi yang cukup besar untuk sewa atau pemilikan tempat usaha. Para pedagangnya sebagian besar terdiri dari pedagang golongan menengah ke atas dengan cara berdagang yang sangat profesional. Pasar modern biasanya dilengkapi dengan sarana hiburan seperti bioskop, mainan anak-anak, dan restoran, yang merupakan daya tarik tersendiri untuk merangsang kedatangan para pengunjung atau pembeli potensial.

Berawal dari Sarinah departement store yang berada di antara kampus II dan III IAIN Walisongo, kini di susul dengan kehadiran Swalayan Aneka jaya menghadap ke barat bertempat di KM. 1 arah Boja -Kendal. Selain itu di depan SMP 16, menghadap ke timur juga berdiri mini market Indomaret. Di selatan pasar Ngaliyan berjarak 100 meter, menghadap ke timur juga tampak berdiri ONO Swalayan dengan 3 lantai.

Kehadiran beberapa swalayan tersebut, sangat berpengaruh pada perkembangan dan keberadaan pasar tradisional. Pasar tradisional semakin sepi, Masyarakat sekitar cenderung memilih pasar modern dari pada pasar tradisional. Seperti halnya Bambang Riyanto (23) warga Margoyoso Ngaliyan, dia lebih suka membeli peralatan hidupnya di hypermarket. “Suasana lebih bersih, praktis, serta cukup efisien,” ujar Riyanto.
Masih menurut Riyanto, selain pasar modern itu bersih juga tidak perlu tawar-menawar seperti di pasar tradisional. “Selain itu kemasannya dagangannya juga cukup memikat dan menarik,” imbuh Riyanto.

Hal senada juga di ungkapkan oleh Sriyani warga Ngaliyan Semarang. “Membeli di swalayan tidak perlu tawar menawar, kalau mau ya di ambil kalau tidak mau ya sudah,” ujarnya. Menurut Sriyani membeli barang di pasar swalayan kebih nyaman dan menyenangkan karena barangnya bagus-bagus.

Keluhan pun datang dari para pedagang pasar tradisional atas kehadiran beberapa pasar modern. Seperti keluhan Ningsih, penjual buah-buahan, asli Ngaliyan. “Keadaan pasar terasa sepi, Cuma slentar-slentir orang dan segelintir orang yang membeli,” keluhnya.
Menurut Ningsih, kondisi di pasar Ngaliyan sejak didirikannya pasar-pasar modern terasa sangat berbeda dari yang sebelumnya. “Memang ada pengaruhnya sejak ada pasar modern, akan tetapi mengenai pasar buah tidak begitu ngaruh, karena paling-paling mereka membeli di pasar modern adalah mengenai kosmetik,” imbuh Ningsih.
Sama halnya dengan Bukhori, penjual pakaian dan aksesoris dari Tasikmalaya yang selalu mangkal di pasar Jrakah. Menurutnya, kondisi pasar semakin sepi, lantaran didirikannya beberapa supermarket di kawasan Ngaliyan. Pembeli semakin berkurang dari sektor manapun. “Para penjual lari menjadi buruh pabrik, akibat sepinya perdagangan,” keluh Bukhori.
Masih Bukhori, menurutnya orang yang mau belanja di pasar Jrakah hanya orang-orang yang usianya tua, jarang sekali remaja yang mau menginjakkan kakinya untuk berbelanja di pasar Jrakah. “Apalagi para remaja, jarang yang mau membeli di pasar tradisional karena mungkin kondisi kotor, bau busuk sangat berbeda bila di bandingkan dengan pasar modern,” imbuhnya.

Tergusur Jalan
Sudah jatuh tertimpa tangga. Begitu nasib para pedagang di sekitar pasar Ngaliyan setelah keberadaannya terusik dengan munculnya beberapa hypermarket. Kini luka lara itu di tambah dengan program pelebaran jalan oleh Pemerintah Kota di sepanjang Jrakah-Mijen. Beberapa bagian kios pasar akan tergusur dengan adanya program tersebut.
Menurut Iswar Aminudin Kepala Bagian Jalan dan Jembatan DPU Kota Semarang, tahun ini rencana pembangunan pelebaran jalan di kawasan Ngaliyan dengan panjang 1,2 km dan lebar 26 meter. Yaitu sepanjang kampus 2 IAIN Walisongo sampai Depan Kantor Kecamatan Ngaliyan Semarang. “Sementara kelanjutanya di lanjutkan tahun depan sambil nyari-nyari dana untuk itu,” ucapnya.
Parjo (34) penjual makanan ringan di Pasar Ngaliyan merasa resah karena adanya program pelebaran jalan. “Warung ini akan segera tergusur sesegera mungkin,” keluh Parjo warga Ngaliyan ini.
Sementara menurut Sri Lestari penjual telepon seluler yang kiosnya bertempat di los Pasar Ngaliyan bagian depan dekat dengan jalan raya, akan di ganti dan di bangunkan di samping Puskesmas Ngaliyan.
Sri pun pantas khawatir dan tak nyaman. Lantaran tempat barunya nanti tidak akan seramai seperti saat sekarang. “Saya takut kalau tempatnya jauh dari keramaian pembeli,” keluhnya.
Berbeda dengan Ngatinem, wanita setengah baya penjual warung makan di depan pasar Ngaliyan merasa lega karena warungnya tak jadi di gusur. Pasalnya, pelebaran yang semula 5 meter menjadi 2 meter. “Saya merasa lega masih bisa berjualan di sini,” tandasnya sembari tersenyum.

Masih Mencari Tempat
Bersamaan dengan penggusuran beberapa bagian kios pasar, akan di ganti dengan tempat yang lain yang sewajarnya. “Tapi saat ini baru kita pikirkan untuk mencari tempat pasar yang baru dengan sewajarnya,” kata Slamet Pegawai Bagian Pasar dari Dinas Pasar Kota Madya Semarang.
Pasalnya, pelebaran jalan itu sampai sekarang belum sampai di depan Pasar Ngaliyan sehingga alokasi pemindahan pasar (kios) yang terkena pelebaran jalan baru di pikirkan jadi belum ada tempat yang pasti untuk tempat yang baru karena mengingat pelebaran jalan di depan Pasar Ngaliyan belum terlaksana. “Sambil mencari-cari dana untuk membangun pasar baru itu,” imbuh Slamet.
Akan tetapi keluhan dari beberapa penjual itu di bantah oleh Bambang Purnomo, SE Kepala Sub Bidang Perdagangan Kota Madya Semarang. Anggapan dari pemerintah bahwa dengan berdirinya pasar modern khususnya di daerah Ngaliyan banyak mendatangkan keuntungan bagi masyarakat. Kalau dulu ada pameo bahwa kedatangan pasar modern akan mematikan eksistensi pasar tradisional ternyata tidak. “Semua tergantung pada segment dan kebutuhan masyarakat,” ungkap Bambang
Menurut Bambang yang harus di lakukan antara penjual, pemerintah, dan masyarakat adalah adanya persatuan (integreted) antara satu dengan yang lainnya untuk berupaya sama-sama memikirkan dan mendukung adanya keberadaan baik itu pasar tradisional maupun pasar modern.
Karena bagaimana pun juga, pasar modern akan semakin tumbuh dari tahun ke tahun. Sebab mengenai izin pendirian pasar modern tergantung pada pemerintah kota mengizinkan atau tidak. Sekarang tidak ada yang mengatur bahwa kalau pasar modern itu harus didirikan di kota, kalau sebelum otonomi daerah itu ada. “Dengan dalih demi pemerataan ekonomi masyarakat,” imbuh Bambang. (Amin Fauzi) Amanat Edisi 106

Tidak ada komentar: