Rabu, Maret 25, 2009

Nyanyian kenegaraan dari Franky dan Garin


Permasalahan Kenegaraan makin akut,
sistem dianggap perlu di Restorasi dan di Revolusi


Pancasila rumah kita// rumah untuk kita semua// nilai dasar Indonesia // rumah kita selamanya// untuk semua piji namanya // untuk semua cinta sesama // untuk semua keluaerga menyatu // untuk bersambung rasa // untuk semua saling membagi.

Sembari memetik senar gitar, Franky Sahilatuha dengan syahdu melantunkan lagu berjudul “Pancasila Rumah kita” di atas dengan penuh hikmat. Para pengunjung tarpana dan memfokuskan tatapannya pada Franky, ditengah-tengah lagu, masih dalam alunan dentingan gitar, Garin Nugroho seorang sineas Indonesia menimpalinya dengan bercerita tentang kondisi kenegaraan baik ekonomi, politik, sosial, pendidikan, kemiskinan yang masih membalut negeri Indonesia.

Usai Garin bercerita, pengunjung, disuruh untuk melihat lirik lagu tersebut dalam slide kemudian bernyanyi bersama-sama.

Ya. Itulah acara pembukaan acara “Ngobrol bersama Garin Nugroho dan Franky Sahilatuha” yang dilaksanakan oleh Lembaga Studi Pers dan informasi (Lespi) di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang pada Senin, 9 Maret 2009 lalu.

Acara ini sebenarnya salah satu rangakaian acara yang di gagas oleh Garin dan kawannya-kawannya melaui lembaga “Pelangi Perubahan” yang dimilikinya. “saya menyelenggarakan acara serupa di berbagai tempat lain, baik di sekolah, pesantren, misionaris atau di tempat-tempat pementasan seperti ini, dengan tujuan memberikan pendidikan kewarganegaraan bagi masyarakat,” ujarnya.

Melalui nyaian dan dongeng-dongeng perubahan, Franky dan Garin senantiasa menyemai nilai kenegaraan pada masyarakat. Karena menurut Garin, pada saat ini, sulit ditemui warga Indonesia yang mempunyai jiwa negarawan.

Banyak masayarakat Indonesia yang bisanya hanya mengkonsumsi apapun. baik barang, tayangan tanpa menimbang-nimbangkanya “kita sulit menemukan warga negara, tapi yang banyak warga konsumen,” tandas Garin.

Terlebih masih menurut Garin, bahwa banyak politisi kita yang seharusnya menyelemakan masyarakat untuk berbudaya konsumtif, malahan menjadi ikon untuk mendukung budaya tersebut.

Banyak politisi atau pejabat kita tidak menjalankan profesinya demi kepentingan rakyat, malahan banyak yang menjadi makelar, mereka rela menjual apapun yang penting meraka untung, “minyak, kebiajakan, idealisme dan sebagainya. Pilitik mereka adalah politik makelar, yang nilainya hanya ditentukan uang dan massa” imbuh sutradara film Opera Jawa ini.

Banyak ketimpangan yang terjadi di negeri ini, melalui lagu dan dongengnya Franky dan Garin mencontohkan fenomena-fenomena masyarakat kecil diluar jawa seperti di Irian, Sulawesi, Ende Flores dan sebaginya yang dibentur-benturkan dengan perilaku-perilaku pejabat dan politisi.

Banyak juga politisi-politisi kita yang sudah mencapai puncak kepamapannya, telah kehilangan tujuan atau awalnya, “yang lebih ironis mereka sudah mati rasa, dan tidak punya air mata, untuk menangisi kemiskinan dan ketertinggalan yang senantiasa mendera rakyat Indonesia,” tukas alumnus Institut Kesenian Jakarta ini.


Revolusi dan Restorasi
Sementara ditengah-tengah lagu-lagu dengan kritik sosialnya, Franky Sahilatua menimpali apa yang disampaikan oleh Garin, bahwa untuk menjembatani permasalahan yang sangat kompleks bak benang kusut ini, seperti birokrasi, koruspi dan kemiskinan ini. Hal yang perlu dilakukan menurut Franky adalah Restorasi dan Revolusi.

Restorasi berasal dari kata to restore, menurut Webster’s Third New International Dictionary to restore diberi arti to bring back or to put back into the former or original state, atau to bring back from a state of changed condition. Jadi menurut Webster restorasi bermakna mengembalikan pada keadaan aslinya, atau mengembalikan dari perubahan yang terjadi.

Bagi Franky restorasi adalah penataan ulang, baik sistem kewarganegaraan, politik, ekonomi maupun maupun pemerintahan. Sedangkan bagi Franky yang perlu direvolusi adalah sistem birokrasi Indonesia yang kian akut dan kian tak terjamah oleh rakyat.
“Untuk bisa menempuh jalan itu, dalam waktu dekat minimal hal yang bisa dilakukan adalah memilih pemimpin yang mempunyi falsafah hidup (multikulturalisme) dan pemimpin yang bisa berpipikir, bertindak dan bekerja secara keras,” ujarnya penyanyi Perahu Retak ini.

Sebagai individu, untuk bisa membantu dan membesarkan bangsa Indonesia ini, pesan Garin. Agar kita menjadi negarawan-negarawan dalam hal apapun “ artinya dengan profesi apapun kita harus tetap professional menjalankannya,” sarannya.

Diskusi yang dipimpin oleh Wisnu Tri Hnggono ini, peserta tampak antusias dan terpukau mengikuti acara tersebut. Di akhir acara, panitia membagikan pita merah putih untuk ditalikan di lengan peserta. Sementara Franky Sahilatua mengirinya dengan lagu ciptaanya yang berjudul “kemesraan” dan diikuti bersama-sama peserta.

Di tengah-tengah lagu kemesraan, Garin berucap “tujuan gerbong kemerdekaan, adalah ketika kita bisa bermesraan di anatara semua rakyat di Indonesia, untuk bisa bisa sejahtera bersama dan menebar senyum bagahia,” tegasnya. (I10)



Tidak ada komentar: